Mau tidak mau semua harus beradaptasi. Dengan situasi. Yang ada saat ini. Yang bisa #workfromhome, menjaga diri untuk tetap dirumah. Yang harus tetap masuk kerja, melindungi diri menggunakan masker dan sering cuci tangan.
Kemarin akhirnya saya keluar rumah. Menemani istri ke bank dan belanja bulanan. Jalanan kota Bogor tetap ramai. Seperti biasanya. Business as usual.
Dampak positifnya, meski ada Covid-19, roda ekonomi tetap berputar. Masyarakat tetap bisa mengais rejeki. Tapi, diiringi kewaspadaan. Terutama di tempat-tempat umum yang tetap buka, seperti mal dan bank.
Di bank, semua pegawai memakai masker. Teller bank bahkan memakai sarung tangan karet. Begitu masuk, satpam mempersilahkan menggunakan hand sanitizer.
Di Toserba Yogya, Bogor, belanja menggunakan sistem antrean untuk menjalankan social distancing. Sebelum masuk, mengambil nomer antrean di satpam. Lalu menunggu sampai nomernya dipanggil. Sehingga di dalam supermarket tidak terlalu padat.
Memang ada sejumlah bisnis yang memutuskan untuk tutup sementara. Dengan kondisi sepi, biaya operasional tinggi justru membuat rugi makin besar.
Tapi, bisnis makanan lain yang fokus pada layanan antar, justru ketiban rejeki. Seperti Chattime yang sejak kami datang hingga selesai berbelanja tidak sepi dari antrean Ojol.
Silahkan marah kepada pemerintah (pusat atau daerah) dalam penanganan Covid. Bisa jadi setiap langkah mereka dilakukan dengan penuh kajian dan pertimbangan matang. Bisa pula mereka memang lambat bergerak dan kurang antisipatif.
Seperti yang diungkapkan Profesor Kim Woo-joo dari Korea University Guro Hospital, setiap negara memiliki caranya sendiri dalam menangani Covid-19. Tergantung dari budaya/kultur, penduduk, sistem pemerintahan, dan kesiapan industri medis masing-masing.
Strategi sukses penanganan Covid-19 di suatu negara , tidak selalu cocok di aplikasikan di negara lain. Yang jelas, dalam kondisi seperti ini, semua harus beradaptasi. Dengan situasi.