Kayaknya smartwatch dan tren wearable udah ada bertahun-tahun lalu. Awalnya lambat berkembang karena desainnya yang terlalu “tech” banget. Sambil menunggu dukungan Android dan iOS untuk wearable yang pelan-pelan dikembangan.
Ternyata memang orang memakai smartwatch selain karena fiturnya (sebagai pendamping ponsel), juga sangat mementingkan desainnya (fashion statement). Kemudian banyak merek-merek fashion yang bikin smartwatch mereka sendiri.
Karena fungsinya semakin baik, smartwatch juga sangat relevan buat orang yang rajin olah raga/fitness. Untuk mencatat berbagai aktivitas olah raga seperti lari, renang, atau sepeda dan bisa “berkompetisi” dengan sesama pengguna aplikasi tertentu.
Selain fashion dan olah raga tadi, ternyata ada satu kategori smartwatch lagi yang akan relevan di Indonesia. Yakni, smartwatch untuk anak. Tujuannya utamanya dua, yakni komunikasi dan keamanan.
Komunikasi, karena anak bisa sewaktu-waktu langsung menghubungi orang tuanya lewat panggilan suara atau video call (dilengkapi selot kartu 4G). Ini jelas penting buat orang tua yang dua-duanya bekerja, sementara anak masih belum cukup umur untuk diberi gadget sendiri. Anak bisa bebas menelpon mamanya atau papanya, dan sebaliknya.
Keamanan, karena lewat aplikasi di ponsel, orang tau bisa selalu tau posisi dan keberadaan anak lewat GPS. Jadi, amit-amit kalau anak nyasar di mall atau di keramaian, posisinya bisa selalu terlacak. Atau, pas jemput anak di sekolah, bisa tau lokasi pas dimana dia berdiri (kalo sekolahnya gede banget).
Yang menarik, smartwatch ini nggak bisa dibuat main game. Jadi seharusnya aman dibawa ke sekolah. Settingnya pun semua diatur lewat aplikasi di ponsel orang tua. Misalnya ketika di sekolah berubah jadi jam tangan biasa (hanya bisa menunjukkan waktu). Atau, menyetel Reminder, pengingat waktu sholat dan ngerjain PR.
Kedepannya bahkan sangat mungkin smartwatch ini nanti di lengkapi aplikasi e-wallet. Jadi, anak jajan tanpa megang uang tunai, terukur pengeluarannya, dan bisa langsung transaksi lewat smartwatchnya.
Potensi penggunaannya memang besar. Tapi apakah ini cuma jadi tren sesaat terus hilang atau malah berubah jadi kategori baru yang potensial (banyak pemain baru berdatangan) masih perlu waktu, mengingat konsumen Indonesia angot-angotan. Bagaimana menurut netijen?