Rasa penasaran saya terjawab sudah. Setelah membelokkan rombongan jurnalis Samsung malam itu ke restoran siap saji In-N-Out. Padahal sebelumnya kami akan dinner di restoran Jepang.

Tidak seperti McDonalds, Burger King, atau Wendys yang franchise-nya mendunia, oleh pemiliknya In-N-Out justru dijaga agar tetap jadi perusahaan keluarga. Lynsi Torres, CEO yang masih berusia 30-an tahun itu, saat ini menjadi salah satu orang terkaya di Amerika dengan nilai lebih dari $1 miliar.

Lynsi mewarisi In-N-Out dari kakek neneknya yang mendirikan restoran siap saji tersebut pada 1948. Mungkin itu juga alasan kenapa gerai In-N-Out lebih banyak berada dekat kantor pusatnya di Irvine, California. Konon, juga untuk mempertahankan kualitas patty atau daging burger yang dibuat, yang katanya selalu dikirim dihari yang sama untuk menjaga kualitas. Bahkan, menu mereka tidak banyak berubah sejak 70 tahun lalu.

Karena perusahaan pribadi, maka ekspansi In-N-Out tidak secepat gerai fast food seperti McDonalds yang punya 14 ribuan gerai di seluruh AS. In-N-Out hanya punya 300an gerai saja. Tapi, setiap gerainya masih dimiliki oleh keluarga Lynsi.

In-N-Out ini juga punya fans setia. Mulai celebrity chef seperti Gordon Ramsay hingga Paris Hilton. Terbukti, restorannya selalu ramai. Tapi, rupanya saya tidak termasuk di dalamnya.

Burger yang saya coba malam itu adalah yang termahal, Double Double. Bentuknya memang terlihat lezat. Tapi setelah gigitan pertama, yang terasa adalah dominan asin. Entah dari kejunya, atau patty-nya. Bahkan ini burger paling asin yang pernah saya coba.

Agak kecewa juga sebenarnya. Karena ekspektasi terlanjur menjulang tinggi. Ternyata masih lebih baik Shake Shack yang asal New York itu. Walau, di top list burger #terbaique yang pernah saya coba adalah Five Guys. Ini nggak ada lawan. Begitu digigit, rasanya ingin lari keluar sambil teriak “enaakkkkk!!!”.

Netijen budiman sendiri apa burger favoritnya?