OLYMPUS DIGITAL CAMERABuntut dari diretasnya situs resmi Telkomsel beberapa waktu lalu adalah ini: apakah memang tarif data di Indonesia mahal? Kalau iya, seperti apa tarif ideal itu?  

Anggota Komite Bidang Hukum Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia I Ketut Prihadi Kresna mendeskripsikan tarif ideal tidak memberatkan pelanggan, namun tetap membuat operator dapat terus tumbuh.

Secara regulasi, baik Kominfo dan BRTI saat ini tidak memiliki wewenang langsung untuk mengatur tarif, baik voice, SMS, maupun data. ”Yang kita tentukan hanya formula untuk mencapai pentarifan ideal. Yakni dengan menghitung biaya elemen jaringan/network element cost, biaya aktivitas layanan ritel (retail services activity cost), serta profit margin,” ungkap Ketut Prihadi.

Dan karena perhitungan data berkaitan dengan voice dan SMS, ”maka harus dihitung pula rasio berapa persen yang digunakan operator untuk data, voice, serta SMS,” tambahnya.

Menkominfo Rudiantara berharap agar polemik soal tarif ini tidak memberikan kebingungan bagi masyarakat. ”Masyarakat jangan dibikin pusing,” ujarnya. Rudiantara menyebut ada dua hal yang harus dilakukan operator. Pertama, mencermati keinginan masyarakat Indonesia yang berharap tarif komunikasi terjangkau. Kedua, memberikan pilihan, baik harga maupun layanan.

Namun, yang harus dicermati, operator harus memiliki cadangan dana untuk memelihara layanan dan jaringan. ”Kalau persaingannya bergerak ke arah amal (tidak menguntungkan), maka justru akan membunuh industri itu sendiri,” kritik Rudiantara. Itu sebabnya, operator harus tetap memiliki cukup margin untuk bisa berkembang.

Perwakilan ATSI Yessy D Yosetya membenarkan ucapan Rudiantara. Menurutnya, akan sangat sulit untuk menyediakan tarif yang murah bagi konsumen sementara trafik sendiri semakin tinggi. ”Maka investasi (capital expenditure) juga harus jalan terus untuk dapat menyerap trafik yang meningkat 2x per tahunnya,” ungkap Yessy. Ia menyebut bahwa selama 2016-2020 trafik data diperkirakan akan meningkan 10x lipat secara ekponensial atau 2.000 terrabyte per tahun.

Dari kacamata pengguna, menurut Ketua YLKI Tulus Abadi, yang paling dibutuhkan pelanggan seluler saat ini adalah layanan data yang stabil dan terjangkau. ”Saat ini juga masih banyak terjadi ketimpangan akses internet, terutama di kawasan Indonesia Timur. Akses internet terbatas di kota-kota besar,” ungkapnya.

Adapun Head of Core Offering Indosat Ooredoo Sharief Mahfoedz mengatakan, yang tidak kalah penting adalah operator terus melakukan edukasi kepada pelanggan. ”Misalnya 1 GB atau 2 GB dapat digunakan untuk apa saja? Bagaimana data sebesar itu dapat menunjang kebutuhan mereka? Jika itu dilakukan, maka konsumen tidak akan berfokus ke tarif mahal atau murah,” ujarnya.

Sementara itu, ditempat terpisah Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah menyebut bahwa mahal atau murah tarif data sangat relatif. ”Harus ada tolak ukur, perbandingan dengan negara lain. Indonesia sudah paling murah ketiga,” ungkapnya. Menurut Ririek, tarif yang terlalu murah hanya akan efektif jangka pendek. ”Jika operator tidak bisa bertahan, maka layanannya akan memburuk dan tidak bisa mengembangkan jaringan,” paparnya.

Karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan memang membuat pembangunan sarana komunikasi menjadi sangat menantang. ”Yang terpenting tarif terjangkau dan operator mendapat untung wajar. Lalu, operator tetap bisa berkelanjutan dan membangun jaringan. Sehingga jaringan merata dan dapat bermanfaat bagi pelanggan dan masyarakat,” beber Ririek. Pada 2020 mendatang pelanggan internet di Indonesia akan mencapai 241 juta. Sekitar 36%-37% dari angka itu menggunakan internet mobile.

danang arradian