Sifatnya yang tertutup, terseleksi, dan privat membuat pengguna jejaring sosial Path lebih lepas dalam mengekspresikan diri, intens menjalin interaksi.
Sejak dikenalkan ke publik pada November 2010, Path sudah memosisikan diri sebagai jejaring sosial yang sangat berbeda di banding Facebook, Twitter, atapun Instagram. Sedari awal mereka sudah menerapkan aturan ketat kepada pengguna: menyeleksi siapa saja teman-teman mereka. Maksimal 150 orang.
Walau akhirnya batasan jumlah lingkaran pertemanan di Path diperlebar dari 150 menjadi 500 orang, namun mindset pengguna Path sudah terbentuk: mereka hanya ingin berteman dengan orang-orang yang mereka anggap nyaman.
Jika Facebook atau Twitter diibaratkan seperti kantin kantor yang riuh, maka Path adalah sebuah cafe yang tenang ditemani beberapa teman dekat. Karena itu, interaksi di Path secara tidak langsung dituntut lebih intens. Intensitas ini tak jarang memunculkan “drama”.
Misalnya ada pengguna yang memilih untuk meng-unshare teman mereka yang hanya jadi ”CCTV”. Yakni, mereka seperti kamera CCTV, hanya mengawasi tapi tak pernah posting. Lebih jauh lagi, ada seorang teman yang juga meng-unshare lingkaran Path-nya yang tidak pernah bereaksi terhadap postingannya.
Interaksi yang intens ini bahkan membuat hubungan pertemanan yang ada di Path sudah nyaris tidak dapat dibedakan lagi dengan dunia nyata. Termasuk “drama pertemanan” yang menurut teman saya tidak kalah seru dengan sinetron televisi.
Ada yang nyinyir melihat seoarng teman yang terus-menerus memamerkan keunggulan anaknya, ada yang tidak saling sapa (di dunia nyata) hanya gara-gara tidak pernah memberikan “likes” atau “love”, ada yang meng-unshare temannya gara-gara merasa di sindir, dan daftarnya terus berlanjut.
Tapi itulah pembeda Path, yang membuatnya sangat relevan digunakan oleh warga urban di kota-kota besar. Karena Path memberikan ruang bagi seorang individu untuk “pamer”, mengaktualisasikan diri, serta mencitrakan diri dalam artian positif.
Memposting makanan di restoran Jepang menunjukkan bagaimana seorang pribadi memiliki selera yang baik dalam memilih makanan. Mengulas soal film terbaru dalam postinganya menegaskan bagaiaman seorang individu memiliki selera dan pengetahuan yang lebih terhadap film tertentu.
Begitupun ketika update berapa kilometer seorang individu berlari, ini menunjukkan bagaimana ia sangat peduli dengan kesehatan serta menaruh perhatian penting terhadap olah raga. Belum lagi postingan soal pekerjaan yang keren, hobi yang menantang, tempat-tempat traveling yang memesona, dan masih banyak lagi.
Para individu-individu kota urban, terutama Jakarta, adalah para pekerja keras. Terkadang, mereka butuh pengakuan dari orang lain. Tapi itu wajar. Menjadi naluri alamiah manusia sebagai mahluk sosial. Dan Path menyediakan ruang bagi mereka untuk melakukan hal tersebut.
Itulah mengapa Path, menurut sebuah survei, lebih banyak dikonsumsi oleh mereka yang berusia 25 tahun ke atas. Mereka yang sudah bekerja, berkeluarga, dan memiliki pendapatan sendiri.
Karena di usia inilah mereka telah mencapai tahap yang matang dalam karier, hobi, pengetahuan, pendidikan, serta pencapaian dalam hidup. Itu juga yang membuat Path tidak relevan dikalangan remaja. Karena tidak ada yang mereka “pamerkan”.
Tapi, drama di Path tidak harus diartikan negatif. Bahkan, sesekali kita butuh drama. Untuk menghindari keseharian yang membosankan. Yang monoton. Dengan drama, ada bahan ditertawakan, dinyinyirkan, juga memberikan refleksi diri dengna berkaca pada orang lain.
Melihat teman yang memposting berbagai masalah rumah tangganya di Path membuat kita selalu bersyukur. Dari orang yang selalu pamer aktivitas berolah raga memacu kita untuk mulai atau bahkan lebih sering berolah raga. Dari orang yang pamer tempat liburan menjadi inspirasi untuk mencoba tempat tersebut atau bahkan mulai mengagendakan liburan.
Dari mereka yang sering memposting gadget terbaru kita jadi tahu apa saja plus dan minus berbagai perangkat elektronik. Mereka yang suka memposting foto OOTD (outfit of the day) juga menginspirasi orang lain terhadap tren fashion terbaru.
Tidak semua orang memiliki waktu berselancar di YouTube, Instagram, blog, atau Twitter. Terkadang Path menjadi sumber informasi pertama yang mereka dapat dan percaya (karena datangnya dari orang dekat yang mereka kenal).
Dengan berinteraksi di Path kita merasa jadi akrab dengan seseorang walau mungkin jarang bertemu. Sekalinya bertemu sudah banyak bahan obrolan yang bisa dibicarakan karena kita tahu benar apa keseharian yang biasa teman kita dilakukan dan hal-hal yang membuatnya tertarik. (*)