Melihat gambar yang ada di kampanye diatas direspon orang dengan dua hal: biasa saja dan tertohok. Beruntunglah jika Anda termasuk orang yang biasa saja. Tapi, jika Anda yang tertohok, berarti paling tidak pernah atau malah sering mengalami kejadian yang ada di gambar.
Kabar baiknya, Anda tidak sendirian. Nomophobia atau rasa takut jauh-jauh dari smartphone sudah ada dan menyebar sejak 2013 silam dan diperkirakan mempengaruhi 40% pengguna ponsel.
Apa sebabnya? Karena, menurut riset terbaru dari University of Derby, smartphone adalah benda yang sangat adiktif. Semakin banyak digunakan, semakin ketagihan orang yang memakainya.
Bahkan, mereka berpendapat seharusnya peringatan “adiktif” dipasang di label smartphone, sama seperti bungkus rokok yang memberikan peringatan “merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin”.
Mungkin Anda tertawa, mungkin juga Anda menganggap ini berlebihan. Tapi, para periset itu jelas tidak. “Orang perlu menyadari bahwa smartphone memiliki potensi untuk menyebabkan ketagihan,” ungkap Dosen Psikologi Zaheer Hussain dari University of Derby.
Selain mungkin diberikan di bungkus smartphone, Zaheer juga memberikan alternatif peringatan itu bisa diberikan sebelum mengunduh sebuah aplikasi/game, misalnya Candy Crush. ”Misalnya peringatan bahwa Anda bisa memainkan game ini berjam-jam dan bisa meninggalkan kewajiban.”
Apa dampak buruk ketagihan? Banyak sekali. Dari segi waktu, banyak sekali waktu terbuang dengan melihat layar smartphone. Seperti kampanye iklan yang digagas agensi Ogilvy China diatas yang membuat miris. Di tempat tidur suami istri asik sendiri dengan ponselnya. Di sofa seorang ibu tidak menghiraukan anaknya dan asik dengan time line. Begitupun juga di meja makan. Rasanya hal itu sudah terjadi dan banyak dirasakan oleh masyarakat urban, walau mereka mungkin sudah sadar dan memilih menutup mata.
Dampak lain yang terasa dari segi mental. Ketagihan smartphone bisa mempengaruhi mood, stress, kecemburuan, begitupun narsistik. Misalnya terobsesi mengambil gambar selfie dan memposting ke sosial media. “Semakin narsis seseorang (sering selfie di sosial media), bisa jadi indikator bahwa dia sudah teradiksi pada smartphone,” katnaya.
Apa yang membuat smartphone ketagihan? Rasanya pertanyaan ini semua orang sudah tau jawabannya. Mulai dari sosial media seperti Facebook, Path, dan Instagram, game seperti Candy Crush, keperluan pekerjaan seperti email, akses video cepat ke YouTube, hingga beragam aplikasi chatting/group chat di WhatsApp atau Line adalah pemicu orang bisa berlama-lama di smartphone.
Ya, ya, ya, pasti ada yang mengatakan teknologi adalah pedang bermata dua, bisa positif atau negatif, tergantung dari yang menggunakan. Tapi, masalahnya, teknologi smartphone ini begitu lezat, menggugah, dan menghanyutkannya hingga membuat orang secara berlahan akan terus terus dan semakin lama semakin larut di smartphone dan semakin susah untuk lepas.
Jika Anda belum sampai ke tahap itu, pertahankan apa yang Anda lakukan sekarang. Tapi, jika Anda seperti saya yang sudah berada ditahap itu, ada baiknya untuk mulai mengurang-kurangi waktu di smartphone. Bisa dimulai dengan mengabaikan tren “multiple gadget” seperti smartphone dan tablet, atau dua buah smartphone sekaligus.
Semakin banyak gadget, semakin banyak “keharusan” bagi Anda untuk mengutilisasinya dan semakin banyak pula waktu tersita disana. Jika memang butuh 2 nomor sekaligus, tidak perlu memakai 2 smartphone, tapi sudah tersedia banyak sekali smartphone dual SIM dengan spek tinggi.
Terakhir, berdasarkan pengalaman, semakin canggih sebuah smartphone (semakin cepat prosesornya, semakin tinggi resolusi layarnya, dan semakin bagus kameranya) adalah umpan bagi seseorang untuk semakin mengutiliasi dan menghabiskan waktunya di smartphone.
Apakah Anda merasa teradiksi atau tidak, tergantung Anda sendiri. Tapi, jika sudah merasakan dampak-dampak yang membawa ke hal-hal negatif, mungkin sudah saatnya untuk berubah.