Tahun 2014 adalah penanda berlangsungnya transformasi TI dari strategi berbasis cost center ke center of business intelligence. Sementara cloud, big data analytics, dan mobilitas enterprise tetap jadi prioritas utama dalam bisnis. Ini terungkap dari hasil temuan Cloud Readiness Index 2014 yang menggambarkan serapan teknologi per regional di kawasan ASEAN.
Adopsi berbagai inisiatif berbasis TIK oleh pemerintah di negara-negara ASEAN sepanjang 2014 terbilang masif. Misalnya pembangunan Smart Nation oleh pemerintah Singapura hingga penyusunan masterplan di Indonesia yang berperan sebagai penyokong infrastruktur untuk mempersiapkan ASEAN Economic Community 2015.
International Monetary Fund (IMF) memprediksi bahwa 2015 akan jadi tahun yang menjanjikan bagi ASEAN dengan pertumbuhan sebesar 5,6%, meningkat dibanding 2014 yang sebesar 4,6%.
Tahun ini juga dipastikan akan menjadi tonggak dimulainya penerapan ASEAN Economic Community (AEC). Untuk kawasan semajemuk ASEAN, integrasi ekonomi mutlak memerlukan dukungan TI guna memastikan kokohnya kolaborasi dan integrasi. Kehadiran TI yang serentak berperan sebagai business enabler dalam rangka mengatasi tantangan-tantangan infrastruktur masih akan memegang kunci utama pada 2015.
Pesatnya produktivitas, pemangkasan biaya enterprise dan kepastian akan kontinuitas bisnis masih menjadi kontributor penting dalam proses pengadopsian teknologi di wilayah ASEAN. Hal tersebut juga menjadi kunci utama dalam memenangkan pasar.
Pendekatan berbasis software-defined dalam pengelolaan TI terbukti telah mampu memangkas belanja modal hingga 70% dan meningkatkan produktivitas TI hingga 200%. Kami di VMware menggaris bawahi tiga hal pokok dalam rangka membangun software-defined enterprise.
Pertama adalah Software-Defined Data Center (SDDC). Saya melihat software-defined networking, storage, data center dan keamanan akan mulai matang. Terlebih jika merujuk laporan ”Empowering Organizations in a Software Defined World” lansiran IDC-VMware pada Oktober 2014, dimana bisnis di kawasan ASEAN dari 2003 hingga 2020 diperkirakan akan mampu memangkas pengeluaran hampir USD7 miliar.
Virtualisasi server memang memiliki keterbatasan dalam meningkatkan nilai. Namun, jika virtualisasi tersebut dikombinasikan dengan infrastruktur yang terotomatisasi penuh, maka pengelola TI bisa menghadirkan tingkat agility TI tinggi.
Menurut IDC, infrastruktur terintegrasi dan platform akan tumbuh 26% dan mencapai nilai USD1,47 miliar di 2015. Guna memenuhi kebutuhan akan bisnis digital yang terus berubah-ubah pesat, serta dalam rangka melakukan proses scale up dan scale down sistem dengan cepat, komputasi perlu dialihkan dari model statik ke model dinamik.
Kedua adalah Hybrid Cloud. Di seluruh region, menurut catatan VMware APJ Cloud Index 2013, sekitar dua pertiga dari para pemangku kebijakan TI menyampaikan bahwa mereka memiliki rencana untuk melakukan investasi besar-besaran pada private cloud dan hybrid cloud. IDC juga memprediksi bahwa hybrid cloud akan menjadi pilihan infrastruktur data center di 2015.
Pada akhir tahun ini, 20%-25% dari enterprise diramalkan akan berpijak di lingkungan hybrid cloud dengan SDDC atau infrastruktur terintegrasi. Konsumsi dan penciptaan data yang meningkat juga telah memicu peningkatan kebutuhan bagi bisnis untuk melirik cloud.
Terakhir adalah End-User Computing. Pada 2015, Forrester meramalkan pesatnya pertumbuhan sejumlah bisnis di kawasan Asia Pasifik yang memanfaatkan perangkat tablet/laptop hybrid sebagai awal dari petualangan enterprise mobility mereka.
Terlebih lagi, proses transisi TI di lingkungan enterprise yang mulai beranjak ke model penyampaian bisnis secara mobile-centric didukung oleh generasi angkatan kerja yang cakap software yang jumlahnya akan terus bertambah tiap tahunnya. Dari studi yang dilakukan Vmware terhadap para end-user melalui gelaran VMware MeConomy 2014, terungkap bahwa 28% dari jumlah mahasiswa yang diteliti mempertimbangkan untuk menghindari bekerja di perusahaan yang membatasi akses ke perangkat pribadi mereka saat bekerja.
Dengan perangkat mobilitas serta kapabilitas tepat, strategi kontunuitas bisnis yang telah direncanakan dapat segera diwujudkan, sehingga mampu memangkas waktu tundaan seminimal mungkin, terutama saat terjadinya krisis maupun gangguan-gangguan bisnis lainnya.
Bisnis-bisnis berciri modern yang kian tumbuh pesat di kawasan ASEAN akan mulai memantau sejauh mana karyawan-karyawan mereka dapat memanfaatkan mobile moments dan tentunya mereka yang sukses, pada umumnya adalah karyawan yang mengutamakan customer mobility, bukan enterprise mobility. (*)