Maraknya ponsel ilegal (black market) yang dijual di toko online besar dinilai tidak hanya merugikan konsumen, namun juga dapat melukai industri e-commerce secara keseluruhan.
Ariesta R tersenyum lega. Akhirnya smartphone Xiaomi Redmi 1S yang ia beli di toko online asal Jepang Rakuten.co.id telah di-refund. Ia sengaja meminta kembali uang senilai Rp1,6 juta kepada Rakuten.co.id untuk membeli ponsel tersebut karena menengarai Redmi 1S yang dijual oleh toko online tersebut tergolong black market (BM).
”Redmi 1S bergaransi resmi yang diimpor ke Indonesia oleh distributor Erajaya dan Trikomsel hanya dijual melalui Lazada.co.id. Selain itu adalah BM,” kenangnya. Ia mengaku baru tau setelah mendapat informasi dari temannya tidak lama setelah membayar. Rakuten sendiri tidak memberikan informasi jelas soal garansi.
Proses meminta refund pun disebut Ariesta tidak mudah. Butuh waktu hampir 1 bulan. ”Bahkan pihak customer service Rakuten mulanya bersikukuh bahwa ponsel tersebut bergaransi resmi,” ujarnya.
Padahal, menurut Ariesta, ”garansi resmi” yang dimaksud Rakuten adalah garansi yang hanya diberikan oleh toko penjual, dalam hal ini adalah B-Cell.
”Sebagai konsumen saya salah karena terlanjur menaruh kepercayaan besar kepada Rakuten,” kata wanita yang hampir setiap minggu berbelanja online itu. Ariesta jelas tidak kapok berbelanja online. Tapi, dia mengaku tidak akan berbelanja lagi di Rakuten.
”Ketika berbelanja online, kita tidak bisa memegang sebuah produk atau bertanya langsung ke penjual. Kita hanya bisa percaya. Jika kepercayaan itu diingkari, maka toko itu akan saya masukkan black list,” ujarnya. Sampai artikel ini diturunkan, pihak Rakuten belum juga memberikan konfirmasinya.
Melukai Industri E-Commerce
Maraknya ponsel BM yang ada di berbagai toko online besar maupun kecil di Indonesia tentu saja kontra produktif dengan upaya pemerintah dalam menekan distribusi ponsel ilegal di Indonesia. Dengan melakukan ”pembiaran”, pemerintah sama saja mendukung ponsel black market dijual belikan dengan bebas di berbagai toko online yang ada di Indonesia.
Direktur Produk dan Pemasaran PT SpeedUp Technology Rahmad Widjaja Sakti mengatakan, fenomena maraknya ponsel ilegal dari Xiaomi dan beberapa vendor lainnya mengingatkannya pada fenomena BlackBerry yang terjadi beberapa tahun silam.
”Ketika sebuah produk laris di pasar, secara otomatis model BM-nya bermunculan. Ini karena permintaan terhadap produk tersebut dianggap belum terpenuhi. Minat pasar besar, tapi stok barang terbatas. Jadilah barang BM merajalela,” ujar Rahmad. Sebagai catatan, total penjualan Redmi 1S dalam waktu dua bulan di Lazada mencapai 85.000 unit.
Terkait dengan maraknya barang BM yang ada di toko online, Rahmad menilai seharusnya toko online harus menulis informasi produk dan garansi secara lengkap dan jelas, supaya konsumen tidak merasa tertipu atau dirugikan.
Sebagai pelaku e-commerce di Indonesia yang memiliki bisnis model serupa dengan Rakuten, CEO Lazada Indonesia Magnus Ekbom menyebut bahwa pihaknya tidak memperbolehkan penjual memasarkan ponsel ilegal di Lazada. ”Pernah ada satu penjual yang memasang iPhone 6, langsung kami hapus. Karena iPhone 6 memang belum masuk Indonesia, dan barang tersebut dipastikan ilegal,” katanya.
Kendati demikian, Magnus mengakui bahwa sangat sulit untuk menyeleksi mana produk ilegal yang diunggah oleh penjual di Lazada dari total ribuan unit ponsel yang dipasarkan. ”Tidak mungkin kami bisa menjamin 100 persen ponsel yang ada di Lazada adalah 100% legal,” katanya.
Karena itu, Magnus menyiasatinya dengan dua hal. Pertama, jika ada laporan seller yang menjual ponsel ilegal, maka Lazada akan menghapus dan memberi peringatan ke seller. Kedua, konsumen merasa mendapati membeli ponsel ilegal bisa langsung meminta uang mereka kembali (refund).
Magnus sendiri menyayangkan banyaknya toko online besar yang menjual ponsel black market atau ilegal secara terang-terangan. Hal itu dinilainya mampu merusak kepercayaan yang diberikan konsumen terhadap toko online. ”Dan jangka panjang dapat melukai industri e-commerce itu sendiri,” paparnya.
Tidak Bayar Pajak, Tanpa Garansi
Barang black market membawa kerugian tidak hanya dari konsumen, tapi juga negara. Konsumen tidak akan mendapatkan dukungan dalam bentuk garansi seandainya terjadi kerusakan pada smartphone mereka. Bahkan, ada sejumlah kasus ponsel BM yang terindikasi menyimpan malware di dalamnya.
Keberadaan ponsel BM ini sendiri berpotensi membuat pemerintah kehilangan pemasukan pajak dari sektor industri ponsel yang diprediksi oleh Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) mencapai Rp5 triliun dalam setahun.
Direktur Pemasaran dan Komunikasi PT Erajaya Swasembada Djatmiko Wardoyo selaku distributor resmi ponsel Xiaomi di Indonesia sadar betul akan maraknya keberadaan ponsel ilegal yang dijual baik secara offline maupun online.
Koko, sapaan akrab Djatmiko, mengatakan bahwa ponsel BM diminati oleh toko ato penjual karena memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan resmi. ”Karena masuk secara ilegal, ponsel tersebut tidak membayar pajak serta biaya-biaya lain yang dibebankan oleh distributor resmi seperti kami. Tentu keberadaannya merugikan kami,” paparnya.
Presiden Direktur PT Trikomsel Oke Sugiono Wiyono Sugialam mengatakan, pihaknya selalu berupaya untuk melakukan edukasi dan kampanye akan pentingnya ponsel bergaransi resmi kepada konsumen. ”Saya rasa saat ini orang sudah semakin teredukasi. Membeli ponsel BM lebih banyak ruginya daripada untungnya,” ungkapnya. Bersama Erajaya, Trikomsel adalah distributor resmi ponsel Xiaomi di Indonesia.
Maaf, Mas. Mau tanya. Ini sumbernya dari mana ya?
SukaSuka