
CEO iRiver Henry Park meminta jurnalis untuk hening. Tidak ada panggung di ruangan Grand Mutiara 2, Ritz Carlton Hotel, Mega Kuningan, Jakarta itu. Lebih-lebih penyanyi. Tapi, Park justru berujar seperti ini: ”nanti Anda akan bisa ’melihat’ panggung dan dimana penyanyi berdiri,” kata pria ramah itu sambil tersenyum.
Di ruangan itu memang berdiri network player AK500N keluaran Astell&Kern beserta seperangkat amplifier dan speaker superpremium. Park lantas menekan tombol play dan mengalunlah lagu Misread milik grup indie folk-pop asal Noerwegia, King of Convenience.
Suara yang keluar dari sound system itu begitu jernihnya, seolah-olah Erlend Øye serta Eirik Glambek Bøe sedang bermain gitar dan bernyanyi di ruangan tersebut. Inilah sensasi yang dikejar para audiophile, yakni orang-orang yang sangat menjunjung tinggi kualitas audio.
Park mengatakan bahwa ada perubahan besar di kalangan audiophile.
Memang mendengarkan kualitas sound system seperti itu dirumah sangat menyenangkan. Tapi, selain perangkat tersebut tidak praktis karena butuh ruang yang besar dengan akustik bagus, para audiophile kini juga dihadapkan pada era mobilitas. Dimana mereka semakin sedikit menghabiskan waktu dirumah.
Karena itu, ada muncul kebutuhan untuk membawa sensasi sistem audio premium itu ke perangkat mobile. ”Ini tantangan besar bagi para vendor,” ujar Park. Tantangan itu bukan cuma membawa kualitas high definition sound ke perangkat yang lebih kecil. Tapi juga mengemasnya dalam harga yang lebih terjangkau (bagi konsumen tertentu).
Park mengakui bahwa smartphone saat ini sudah sangat canggih karena sudah dibenamkan chip yang dapat memutar file audio berdefinisi tinggi 24-bit/192kHz. Namun, menurut Park, walau smartphone bisa melakukan semuanya, tapi bukan berarti bisa lebih baik.
Ia membandingkannya dengan produk portable high fidelity system Astell&Kern yang memang dirancang untuk memutar audio 24-bit Mastering Quality Sound (MQS) seperti DSD, yakni AK100II, AK120, dan AK240 yang dibanderol masing-masing Rp10,5 juta, Rp20 juta, serta Rp28 juta.
“Banyak yang mengira ini adalah produk digital. Padahal, inti dari produk ini adalah analog. Karena menggunakan sirkuit analog,” ujar Park. Sirkuit analog, menurut Park, sangat sensitif dengan noise. Hal ini yang membuat teknologi serupa sulit diaplikasikan dengan smartphone yang memiliki frekuensi radio tinggi.
Sirkuit analog, menurut Park, ukurannya lebih tebal karena memiliki 150 komponen berbeda. Di smartphone, sirkuti itu dilebur ke dalam sebuah chip tunggal untuk menjaga ukurannya tetap tipis. Hal inilah yang membedakan produk high-resolution portable audio players seperti AK100 dengan smartphone.
Soal harga, diakui AK100 memiliki harga yang lebih tinggi dari smartphone. Namun, menurutnya, itu tergantung seberapa ingin orang menghargai dan memberi nilai kepada suara dan musik. “Anda memberi smartphone Rp7 juta, tapi setiap tahun akan menggantinya. Jadi, mahal itu relatif,” katanya. Astell&Kern adalah perusahaan personal audio premium yang walau baru berdiri pada Oktober 2012 tapi sudah tidak asing lagi di telinga para audiophile.