Smartphone dan tablet tak lagi jadi primadona. Dalam waktu yang tidak lama lagi, tren pasar akan beralih ke perangkat yang lebih mobile. Seperti apa?

Smartphone hanya mengakomodir 30% dari jumlah ponsel yang terjual di Indonesia selama setahun. Meski demikian, penjualan smartphone mengakomodir lebih dari 70% dari total nilai pasar. Itulah mengapa para vendor berlahan mulai beralih ke smartphone yang menawarkan margin lebih tinggi.

Penetrasi smartphone yang masih kecil ini membuat Indonesia menjadi pasar yang sangat potensial. Sebab, masih ada 70% pasar yang potensial untuk diajak beralih dari feature phone ke smartphone. Padahal dengan pasar smartphone yang hanya 30% itu lembaga riset GfK sudah menahbiskan Indonesia sebagai pasar smartphone terbesar di negara Asia Tenggara.

Kedepannya, Indonesia bisa menjadi salah satu penggerak pertumbuhan smartphone di dunia. Mengapa? Sebab, pasar smartphone di negara-negara maju sudah mulai masuk ke tahap jenuh. Pertumbuhan penjualan smartphone di pasar paling menguntungkan di dunia, Eropa Barat dan Amerika, mulai melambat.

Menurut lembaga riset Gartner Inc, pertumbuhan 42,3 persen dari total penjualan smartphone global selama 2013 silam yang sebanyak 968 juta unit justru lebih banyak disumbang oleh pasar di negara berkembang.

Karena itu, tidak ada jalan lain bagi vendor smartphone kecuali menciptakan ruang pasar baru. Salah satunya dari wearable device. ”Pasar smartphone akan semakin sulit dimonetisasi. Sementara smart accessory seperti wearable device yang pasarnya relatif baru menyimpan potensi untuk tumbuh,” kata Ian Fogg, analis dari IHS.

Di perhelatan Mobile World Congress (MWC) 2014 di Barcelona, Spanyol, misalnya, Samsung merilis Galaxy Gear 2 dan Gear 2 Neo yang dibekali banyak fitur baru. Bukan hanya Samsung, vendor Huawei asal China seperti Huawei juga melirik pasar yang dinilai menjanjikan ini.

Huawei yang kokoh di bisnis network dan produsen smartphone ketiga terbesar di dunia pada 2013 itu merilis arloji pintar TalkBand dengan banderol USD136. Fungsinya mirip-mirip dengan model smartwatch yang sudah ada di pasaran.

Selain sebagai ”layar kedua” untuk melihat notifikasi, juga dibenamkan berbagai sensor seperti pedometer untuk merekam langkah serta merekam aktivitas tidur. Huawei tidak sendiri. Lenovo (vendor smartphone keempat dunia pada 2013) yang baru saja merampungkan pembelian senilai USD2.9 miliar terhadap Motorola Mobility juga siap untuk unjuk gigi tahun ini dengan berbagai produk wearable device.

Tizen Hadang Android

Wearable device bisa hadir dalam beragam bentuk. Mulai gelang, kalung, earphone, kacamata, hingga jam tangan. Semua perangkat tersebut sudah dibekali berbagai sensor yang secara aktif merekam aktivitas penggunanya, untuk kemudian dikirim ke smartphone, PC, atau website.

Arloji pintar adalah perangkat wearable terpopuler di pasar setelah gelang penunjang kebugaran seperti Nike Fuelband SE, Fitbit ataupun JawBone Up. Di arloji pintar inilah medan perang teknologi bergulir.

Galaxy Gear 2 dan Gear 2 Neo yang dikenalkan Samsung di Mobile World Congress (MWC) 2014 di Spanyol tidak hanya mengusung berbagai sensor untuk merekam kebugaran atau mengukur detak jantung, perangkat tersebut ternyata tidak lagi menggunakan Android. Tapi, vendor asal Korea Selatan itu justru menggunakan sistem operasi yang mereka kembangkan sendiri: Tizen.

Mengapa? Jawabannya bisa dilihat dari potensi pasar wearable device itu sendiri yang luar biasa. Samsung tidak ingin Google kembali dominan seperti halnya Android di pasar smartphone dan tablet. Tizen yang sudah dikembangkan sejak tahun lalu itu akan dijadikan sebagai ekosistem tandingan Android di segmen wearable.

Kedepannya Tizen akan dikembangkan jadi ekosistem utama dari berbagai perangkat milik Samsung, mulai televisi, kulkas, hingga mobil. Di MWC 2014, Tizen mulai merangkul developer untuk membuat aplikasi di OS berbasis HTML 5 tersebut dengan kompetisi berhadiah USD4.04 juta.

Tentu saja jika Tizen sukses, Samsung mendapatkan benefit sangat besar. Salah satunya kontrol penuh terhadap perangkat lunak yang mentenagai berbagia produk mereka.

Meski demikian, langkah itu bukannya mudah. Tizen memang punya peluang di wearable device, namun tetap butuh kerja keras. Salah satunya membuat Galaxy Gear sukses. Dari sergi harga yang mencapai USD300, misalnya, arloji tersebut kurang kompetitif. Mencapai 50% lebih mahal dibandingkan smartwatch keluaran Sony Corp dan beberapa vendor lainnya.

Selain itu, saat ini Tizen juga berpotensi membingungkan konsumen yang sudah terbiasa dengan Android. Apalagi, aplikasi di Tizen saat ini masih sangat terbatas.