wpid-boothbabe20-2011-02-9-23-25Generasi selfie membuat vendor kamera sakit kepala. Kualitas kamera di smartphone yang semakin baik, serta keleluasaan untuk mengedit dan membaginya langsung ke jejaring sosial berdampak langsung pada industri kamera secara keseluruhan.

Dampak terbesar dirasakan oleh vendor kamera kelas menengah seperti Panasonic Corp, Fujifilm Holdings, maupun Olympus Corp. Unit bisnis kamera mereka berdarah-darah, ketika IDC memprediksi penjualan kamera saku digital tahun 2013 ini merosot 40 persen menjadi hanya 59 juta unit.

Kategori lainnya yang diprediksi berpotensi tumbuh, mirrorless, juga sedang dipersimpangan karena konsumen saat ini lebih mengedepankan konektivitas dibanding kualitas (gambar).

Pada periode April-September 2013, misalnya, divisi kamera Panasonic turun hingga 40 persen. Market share yang sebelumnya 3,8% pada 2012 turun menjadi 3,1 persen pada Juli-September 2013. Pasar kamera digital dunia kini menjadi oligopoli, 60% diantaranya dimiliki Canon Inc, Nikon Corp dan Sony Corp.

mid-range-mirrorless-2013”Hanya vendor yang memiliki merek kuat dan harga kompetitif yang bisa jadi pemenang di pasar,” ujar analis Credit Suisse Yu Yoshida kepada Reuters. Canon dan Nikon mendominasi pasar DSLR, sementara Sony masih menjadi produsen sensor terbesar untuk beberapa merek, serta keuntungan kolaborasi dengan divisi smartphone lewat Sony Xperia .

Merosotnya pasar kamera digital kompak sudah disiasati oleh Panasonic, Fujifilm dan Olympus dengan memangkas produksi kamera kompak, dan berfokus pada pasar niche seperti kamera tahan air serta model mirrorless.

Mirrorless menjadi harapan terakhir karena hampir mungkin melawan dominasi Canon dan Nikon di ranah DSLR. Olympus berhenti mengembangkan SLR tahun ini.

Kamera mirrorless berukuran lebih kompak dibandingkan DSLR, karena fungsi cermin digantikan viewfinder elektronik yang ada di layar LCD. Secara kualitas, mirrorless jauh lebih baik dibanding kamera kompak dan smartphone karena sensor yang bahkan sama dengan DSLR entry level serta lensa yang bisa diganti-ganti seperti SLR.

“Selain berat dan besar, kamera DSLR juga berisik. Sementara kamera mirroress kecil dan sunyi. Memang DSLR masih dianggap memiliki kualitas gambar lebih baik. Sedangkan mirrorless saat ini hanya dianggap hanya bisa sebandng dengan DSLR,” papar Hiroshi Tanaka, direktur divisi kamera Fujifilm.

Di Jepang, format mirrorless mencetak hits sejak Panasonic merilis model pertama G1 pada 2008, mengakomodir 36 persen pengapalan kamera dengan lensa yang bisa ditukar. Tapi, di Amerika dan Eropa kamera mirrorless hanya bisa mengakomodir 10,5 persen dan 11,2 persen dari total pengiriman interchangeable lens camera.

Ben Arnold, direktur imaji analisis NPD mengatakan bahwa vendor harus bisa menjembatani jeda antara kebutuhan konsumen akan kamera yang bisa memotret dengan kualitas tinggi serta cloud atau aksesibilitas ke internet.

Sebab, menurut para analis, konsumen ingin agar kamera mereka menjadi sebuah perangkat tunggal untuk mengambil gambar, mengedit, juga langsung membaginya ke jejaring sosial seperti Facebook, Path, atau Twitter.

mid-range-mirrorless-2013Sony sudah mencoba mensiasati hal tersebut lewat kehadiran dua tipe lensa QX di akhir 2013 silam. Lensa tersebut memiliki sensor dan prosesor sendiri. Namun dapat di-kaitkan ke smartphone sebagai lensa tambahan, dan di operasikan secara nirkabel. Dengan lensa tambahan itu, konsumen bisa mendapatkan kualitas gambar layaknya kamera saku digital.

”Bahkan di internal Sony sendiri produk tersebut memiliki pro dan kontra. Entah Anda sangat menyukainya, atau malah sangat membencinya,” ujar Shigeki Ishizuka, president digital imaging business Sony.

Sementara itu, kompetitor mereka asal Korea, Samsung, mengambil langkah untuk membenamkan Android pada kamera poket (Samsung Galaxy Camera) dan membenamkan lensa dan sensor kamera poket pada smartphone Android (Samsung Galaxy S4 Zoom).