Setiap orang memiliki kadar toleransi berbeda soal bagaimana musik dinikmati di telinga. Sebagian besar merasa cukup puas dengan earphone bawaan yang mereka dapat ketika membeli perangkat gadget tertentu. Sebagian lagi ingin membeli aksesori earphone atau headphone tambahan yang lebih mewakili pribadi mereka–baik dari bentuk maupun kualitas suaranya–namun tidak menganggarkan bujet terlalu besar.
Tapi, ada sebagian lagi yang tidak ragu untuk “berinvestasi” lebih pada perangkat untuk mendengarkan musik. Bisa jadi mereka ingin menikmati musik secara “khusyuk”. Mungkin juga mereka sudah terbiasa untuk mendengarkan musik dengan standar yang tinggi. Atau, bukan tidak mungkin mereka adalah musisi—seperti Raisa—yang mendengarkan musik tidak lagi sekadar hiburan, tapi bagian dari pekerjaan.
Mereka yang disebutkan terakhir itulah yang jadi target dari Sennheiser Momentum On-Ear. On-Ear ini adalah versi kompak dari Momentum, headphone premium yang dikenalkan Sennheiser di Indonesia pada 2012 silam dengan banderol Rp5,4 juta.
Harga On-Ear sendiri 50% lebih murah. Yakni, Rp2,699 juta. Seperti halnya Momentum yang difavoritkan para audiophile, kesan premium terlihat dari headband On-Ear yang disepuh logam. Tidak sekadar mempercantik desain, sepuhan logam itu juga mempermudah pengaturan earcups supaya nyaman di telinga.
Beruntung, penutup microfiber di earpads juga menempel empuk pada daun telinga. Sehingga saya bisa mendengar musik dalam waktu lebih dari 2,5 jam tanpa terasa pegal. Berat On-Ear juga sangat pas. Tidak terlalu berat, juga kelewat ringan.
On-Ear yang cenderung kaku dan tidak bisa dilipat (folding) cenderung minus. Namun, Sennheiser menambahkan kantong khusus yang stylish agar tetap praktis dibawa bepergian.
Minus lainnya adalah kabel dengan remote in-line dan mikropon yang ternyata hanya kompatibel dengan produk Apple seperti iPhone dan iPod.
Nah, membicarakan performa headphone ini adalah favorit saya. Hal pertama yang saya suka adalah ciri khas suara “lively” khas Momentum. Ini penting jika Anda suka mendengarkan lagu-lagu secara ”unplugged” atau yang dibawakan secara langsung diatas panggung.
Petikan dawai gitar akustik, debaman bass drum atau nyaringnya ketukan snare, bahkan gesekan jari yang berpindah di neck gitar bass terdengar begitu detil di telinga. Istrumen akustik dan vokal terasa begitu natural. Apalagi jika Anda sumber suara berasal dari CD atau Blu-ray Disc, membuat headphone dipompa ke performa maksimalnya.
Kedetailan pembagian suara, kejernihan, serta kekayaan suara yang dimiliki On-Ear adalah satu hal. Tapi, ternyata headphone tersebut masih memiliki satu senjata unggul lainnya: bass. Bass adalah fitur vital bagi telinga mayoritas orang Indonesia. Dan untungnya, On-Ear memiliki struktur bass yang powerful. Cukup tebal, tapi tidak berlebihan. Dentuman low bass-nya membalut sempurna suara treble. Pastinya akan memuaskan para pecinta musik EDM (electronic dance music), rock,ataupun hip hop.
Jika diibaratkan kopi, maka On-Ear adalah kopi full body yang sangat digemari oleh pecinta kopi di Indonesia karena cita rasanya yang kuat, tebal, dan begitu nikmat. On-Ear memiliki banyak sekali punch, denga bass yang dalam dan detail, serta treble yang jernih dan jelas.
Kesimpulannya, Momentum On-Ear memberikan espektasi suara yang diharapkan oleh mereka yang membeli headphone di rentang harga yang premium ini. Ditujukan bagi para audiophile yang ingin terlihat gaya saat menggunakannya, dan tentu saja memiliki “build quality” yang kokoh.
Terus terang, mencari on-ear headphone yang pas ditelinga itu sangat tricky. Saya sendiri sudah mencoba berbagai merek seperti Beats, Skullcandy, Bose, hingga Harman Kardon. Tapi, seringnya plus dan minusnya hampir selalu kelihatan.
Ada yang suaranya sangat prima, teknologinya canggih (seperti noise cancelling), dan desainnya menarik, tapi harganya terbilang sangat mahal untuk ukuran headphone. Ada yang suaranya prima, namun tidak begitu nyaman menyangga telinga dalam waktu lama. Begitupun yang bodinya ringan dan suaranya baik, tapi desainnya justru kurang menarik.
Nah, Momentum On-Ear bisa jadi seimbang di semua lini, baik desain, kenyamanan pemakaian, performa suara, serta harganya. On-Ear yang juga digunakan oleh musisi seperti Tompi itu menurut saya adalah produk yang sangat baik.
Tapi, yang harus diingat sebelum memutuskan untuk membeli headphone premium seperti ini adalah, mencobanya langsung. Anda harus memastikan kenyamannya dikepala, serta responnya ketika memutar lagu favorit Anda. Karena tentu saja preferensi setiap orang sangat berbeda.
Kalau untuk penggunaan musik EDM, jika dibandingkan dengan Beats Solo 2 lebih recomend yang mana gan? Soalnya dari beberapa review yang ane baca, Solo 2 juga punya bass yang kuat.
SukaSuka
Saya pernah memakai in-ear milik Beats yang jadi bawaannya HTC dulu. Saya suka sekali dengan bassnya, bahkan dipakai terus sampai akhirnya jebol.
Beats memang unggul di bass dan powernya. terus terang saya nggak bisa membandingkan karena belum pernah mencoba Beats Solo 2. Tapi, selain soal suara, perhatikan juga aspek desain. Apakah agan memang suka dengan warna-warna Beats yang kinclong?
SukaSuka
Makasih tanggapannya gan, kalau soal desain sih ane suka dengan desainnya solo 2.
SukaSuka
Mas danang ada review buat headphone v-moda ?
Kalau sudah pernah pakai share dong 🙂
Terima kasih
SukaSuka
Halo mas Henry. V-Moda di ranah premium juga dgn harga Rp4 jutaan ya. Sayangnya saya belum pernah mencobanya. Ada baiknya saat membeli headphone on ear seperti ini kt sudah coba dulu suaranya langsung dgn perangkat yg biasa kt pakai, entah smartphone atau multimedia player. Ekspektasi terpenuhi atau tidak jadi tahu.
SukaSuka