Dalam beberapa tahun terakhir ini gaya hidup kita sudah banyak berubah. Ketika sebuah smartphone kini mampu menggabungkan fungsi kamera digital, kamera video, serta komputer menjadi satu, keseharian kita lekat dengan unsur visual.
Setiap pagi kita dibangunkan oleh alarm di smartphone. Kemudian, kita jogging singkat dan berapa kilometer jarak dan waktu yang telah ditempuh di Path. Secangkir kopi dan telur mata sapi beserta roti yang jadi sarapan kita foto dan unggah hasilnya di Instagram. Jalanan yang selalu macet di awal pekan kita keluhkan lewat posting Twitter. Dan siangnya foto-foto meeting sambil makan siang bersama rekan-rekan sekantor diposting di Facebook.
Bahkan sesampainya di rumah pun kita masih belum bisa lepas dari smartphone. Masih sibuk melihat berbagai notifikasi yang masuk. Mulai membalas komentar di Path, mengomentari status Facebook teman, hingga chatting di BlackBerry Messanger (BBM) atau WeChat. Rutinitas itu berulang kembali.
Smartphone menjadi perangkat paling dekat dalam kehidupan seperti halnya pakaian yang dikenakan di badan. Karena itu banyak yang kelabakan ketika mengetahui bahwa Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat atau NSA diduga melakukan penyadapan kepada smartphone konsumen, termasuk kepala negara.
Musisi seperti She & Him, Jack White, Yeah Yeah Yeahs, dan Prince bahkan hampir selalu meminta penonton untuk tidak merekam pertunjukkan lewat smartphone mereka. Selain mengganggu penonton yang lain, mereka tidak ingin melihat lautan layar smartphone.
Beragamnya cara konsumen mengonsumsi smartphone ini tak lepas dari penetrasi ponsel pintar yang juga semakin tinggi.
Tahun ini smartphone hadir dengan harga yang sangat terjangkau. Alhasil, dari perkiraan 1.875 miliar ponsel yang diperkirakan terjual pada 2013, 1 miliar unit diantaranya adalah smartphone. Padahal, jumlah penetrasi smartphone pada 2012 hanya 675 juta unit.
Bahkan, tahun depan harga eceran tertinggi untuk smartphone justru semakin menurun. Tahun ini average sales price (ASP) untuk smartphone secara global adalah USD337, turun dari USD387 pada 2012, dan diperkirakan bakal menembus USD265 pada 2017 mendatang.
Artinya, di kisaran harga itu pengguna sudah bisa mendapatkan smartphone dengan fitur yang sangat cukup untuk berkegiatan sehari-hari.
Sedangkan smartphone premium kemungkinan besar akan hadir dengan fitur-fitur diferensiasi yang sama sekali baru dan bahkan belum pernah dicapai sebelumnya. Selama 2013 ini memang banyak sekali hal-hal yang terjadi di industri smartphone. Berbagai teknologi baru sudah sampai pada tahap embrio, tinggal tumbuh dan lahir saja. Artinya sudah lengkap ekosistemnya dan benar-benar siap digunakan.
Nah, berikut ini adalah prediksi sebagian perubahan tren dan teknologi yang akan terjadi pada 2014:
Resolusi Lebih Tinggi
Resolusi tidak akan habis di eksplorasi. Sampai 10 tahun kedepan pun para vendor masih terus mencari cara untuk membenamkan resolusi sebesar mungkin tidak hanya di layar TV, tapi juga smartphone. LG Electronics saat ini sudah mampu membuat layar berukuran 5.5 inci dengan resolusi 2560 x 1440. Kepadatan piksel setiap incinya mencapai 538 ppi.
Dampak dari resolusi layar besar ini tidak melulu soal ketajaman, tapi juga eksperiens untuk melihat layar smartphone yang tak berbeda dengan layar di sebuah PC. Misalnya saat membuka website atau menonton video. Smartphone dengan resolusi mendekati Ultra High Definition ini akan marak pada 2014.
Smartphone = Mesin Game
Gara-gara game di smartphone, konsol game portabel seperti Sony PlayStation Portable atau Nintendo 3DS jadi kurang menarik. Seiring semakin bertenaganya prosesor pada 2014, smartphone akan semakin menegaskan posisi sebagai sebuah mesin game.
Bulan lalu, Qualcomm mengumumkan prosesor Snapdragon 805 dengan GPU Adreno 420 yang memiliki kemampuan grafis dan komputasi 40% lebih baik dibanding pendahulunya. Snapdragon 805 dengan quadcore 2.5 GHz ini salah satu yang semakin menegaskan kemampuan smartphone sudah mendekati PC.
Smartphone akan hadir dengan fitur-fitur yang kian mendekati laptop. Seperti memori 128 GB, RAM 4 GB, dan lainnya. Di Mobile World Congress 2014 akan terlihat bagaimana para pabrikan chip hadir dengan berbagai arsitektur baru. Misalnya Intel dengan chip 22 Nm Merrifield, Qualcomm dengan chip yang mencapai 20 Nm.
4G/LTE
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Bali yang berlangsung pada 1-8 Oktober 2013 silam, operator seperti Telkomsel, XL Axiata, serta Indosat sudah unjuk kebolehan uji jaringan LTE mereka. Tingginya konsumsi konten, membuat internet cepat dimana saja jadi kebutuhan. Karena itu LTE yang memiliki kecepatan 10 kali lipat dari 3G itu sudah sangat dinanti kehadirannya di Indonesia.
PT Internux, lewat layanan Bolt Super 4G LTE, sudah menawarkan paket broadband nirkabel Rp300 ribu perbulan di Indonesia. Sayangnya, penerapan teknologi 4G LTE dari operator seluler sendiri masih terkendala regulasi yang belum rampung. Yang pasti, pada 2014 mendatang langkah menuju koneksi internet cepat atau LTE semakin dekat.
Handset Medium-Low
Smartphone premium atau high-end selalu jadi eye candy di media. Tapi jangan salah, penetrasi terbesar di pasar tetap pada smartphone kelas menengah dan low end. Bahkan, menurut IDC segmen high-end itu justru semakin mengecil. Pada 2013, average sales price (ASP) untuk smartphone adalah USD337, turun dari USD387 pada 2012, dan bakal tembus USD265 pada 2017.
Artinya, vendor dituntut untuk membuat model yang baik performa, terjangkau harganya, dengan tetap mendapat margin tinggi. Bagi konsumen, beda antara model canggih dan murah akan semakin tipis. Contoh gampangnya adalah Motorola Moto G yang memiliki prosesor quad-core dan layar 4.5 inci HD yang dibanderol hanya USD200. Moto G mendapat permintaan yang sangat tinggi di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.
Phablet
Bahkan Apple pun tidak bisa menghindar dari kebutuhan konsumen akan smartphone dengan layar yang lebih besar. Kabarnya, iPhone 6 yang akan dirilis pada awal 2014 mendatang memiliki layar hampir 5 inci. Perangkat yang disebut phablet itu tahun depan akan terus tumbuh dan membesar.
”Tahun depan, kawasan Asia Pasifik akan terus haus ponsel berlayar besar. Tapi, karena koneksi internet cepat terbatas dan rendahnya penetrasi jaringan Wi-Fi membuat tablet atau perangkat yang hanya berbasis Wi-Fi saja kurang diminati. Karena itu konsumen lari ke phablet, smartphone berlayar besar yang sudah dibekali jaringan 3G,” kata Jingwen Wang dari Canalys. Dan pertumbuhan terbesar, menurut Daniel Gleeson dari IHS Electronic adalah phablet di rentang harga Rp2 jutaan kebawah.
Wearable Device
Tidak hanya vendor elektronik seperti Samsung atau Sony, bahkan Nike pun merilis produk yang disebut “wearable tech”. Alasannya? Inilah kategori perangkat yang akan booming pada 2014. Kategori ini juga yang dinilai menjadi pasar baru paska smartphone dan tablet.
Mulanya, wearable technology ini masuk ke perangkat untuk berolah raga. Nike lewat FuelBand, Jawbone dengan UP, serta Fitbit lewat Fitbit Force memiliki sensor yang mencatat aktivitas pengguna saat berolah raga hingga tidur. Ketika di hubungkan dengan aplikasi, hasil data rekamnya bisa di-share ke sosial media atau digunakan untuk memantau dan memotivasi diri.
”Sebagian besar wearable device ini dihadirkan berpasangan dengan smartphone,” ujar Oliver Rowntree, analis dari Futuresource Consulting. Proyek Google Glass milik Google juga rencananya akan tinggal landas pada 2014. Menurut Juniper Research, pengiriman wearable device ini akan mencapai 130 juta unit pada 2018 atau 10x lipat dari tahun ini.
Wearless Charger
Para vendor terus mencari cara agar baterai sebuah smartphone atau tablet dapat di-charge tanpa mencoloknya ke charger atau bersentuhan dengan charging plate. Definisi wireless charger artinya ponsel harus bisa mencharge sambil digunakan. Sama seperti saat kita mengakses jaringan Wi-Fi.
Pada 2012 silam, pasar wireless charging ini hanya bernilai USD3 juta (Rp30 miliar). Tapi, pada 2019 mendatang diperkirakan berkembang hingga USD33,6 miliar (Rp330 triliun). Bisa jadi semua perangkat bergerak yang dipasarkan saat itu akan menggunakan wireless charging. Samsung dikabarkan akan merilis produk wireless charger tanpa charging plate pada 2014 mendatang.
Layar Lentur
Tahun ini memang baru ada dua vendor yang bereksperimen dengan smartphone berlayar lentur. Yakni Samsung dengan Galaxy Round dan LG dengan G Flex. Teknologi ini memang jadi terobosan karena belum pernah dicoba sebelumnya. Tapi, sisi unggulnya masih sangat “terbatas”, belum bisa berdampak besar pada konsumen dan membuat mereka tertarik untuk menggunakan.
Karena itu, pada 2014 mendatang rasanya teknologi ini akan terus dieksplorasi. Tujuan utamanya adalah menghadirkan layar lentur, yang mungkin bisa dibengkokkan seperti sebuah buku, atau dijadikan gelang di tangan. Karena fleksibilitasnya layar seperti tidak hanya lebih tipis, tapi juga awet dan tahan benturan.
Di masa depan nantinya perangkat smartphone pengguna akan terisi secara otomatis ketika mereka sedang berada di swalayan, restoran, bis, kafe, kantor, dan tempat-tempat lainnya. Akan sampai pada satu momen ketika Anda tidak khawatir lagi bermain game disaat baterai hampir habis.