A staff member of Nissan drives the LEAF electronic car with the aid of the new driving system "Autonomous Drive" during a photo opportunity at CEATEC JAPAN 2013 in ChibaMempercayakan komputer untuk mengemudi ternyata memiliki banyak sekali keuntungan. Benarkah kita sudah sangat dekat dengan mobil yang bisa menyetir sendiri? Salah satu jawabannya bisa ditemukan di Tokyo Motor Show 2013.

Secara logika, memang masuk masuk akal untuk mempercayakan roda kemudi kepada sebuah komputer. Sebab, komputer sangat ideal untuk menjadi “sopir”. Tidak lelah dan ngantuk, tidak menggunakan narkoba atau minuman keras, tidak mudah terbagi perhatiannya, dan memiliki reaksi yang sangat cepat.

Begitu canggihnya, hingga sebuah penelitian menyebut bahwa mobil dan truk yang dapat menyetir sendiri (self-driving) bisa mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas, mengurai macet, dan membawa keuntungan ekonomi hingga miliaran dollar.

Sebuah studi yang dihehelat oleh Eno Center for Transportation mengakan bahwa butuh setidaknya 10 persen mobil dan kendaraan besar self driving untuk mengurangi 1000 kecelakaan lalu intas pertahun dan menghemat hingga USD38 miliar.

JAPAN-AUTO-TECHNOLOGY-TOYOTAPada dasarnya teknologi self-driving ini sudah bisa dilhat di mobil-mobil premium saat ini. Misalnya adaptive cruise control untuk menyesuaikan kecepatan mobil sesuai kondisi lalu lintas, sistem pergantian jalur yang dapat memberikan tanda bagi pengemudi, sistem collision avoidance yang secara otomatis mengerem sebelum tabrakan dari depan, begitupun sistem parking assist.

Sayangnya, untuk bisa melihat mobil yang bisa menyetir sendiri dan menjawab perintah pemiliknya seperti di film I, Robot (2004) yang dibintangi oleh Will Smith, ternyata masih jauh panggang dari api. Alasan utamanya adalah soal biaya. Untuk menambahkan sensor, software, perubahan teknis pada mesin, serta prosesor komputer minimal ada biaya tambahan sekitar USD100.000 (Rp1 miliar) per kendaraan.

A staff member of Nissan gestures to the media as he rides its LEAF electronic car during a photo opportunity at CEATEC JAPAN 2013 in ChibaTentu saja, angka tersebut saat ini masih terlalu mahal. Meski, di masa depan, seiring dengan adanya produksi masal, harganya akan terus menerus terjangkau.

Tapi, bukan soal haga saja yang jadi masalah. Masalah yang terbesar justru soal penerimaan masyarakat. Anda boleh saja membenamkan komputer super canggih ke dalam mobil Anda. Tapi, kalau menjadikan komputer itu “sopir” Anda, tunggu dulu.

Komputer bekerja sesuai dengan program yang telah diberikan. Tapi, bagaimana jika kemudian terjadi kecelakaan? Bagaimana jika programnya error? Bisakah para vendor automotif menjamin bahwa komputer di mobil yang mereka produksi tidak akan bisa di-retas (hack)?

”Memang masih butuh langkah panjang untuk sampai tahap itu (kendaraan self-driving). Tapi bayangkan jika benar-benar terjadi, dunia seperti berubah,” papar Presiden dan CEO Eno Joshua Schank.

Contoh paling gampang adalah bagaimana bangku penumpang bisa dirubah sesuai kebutuhan. Misalnya bekerja di laptop, makan, membaca buku, melihat film, menelpon, dan masih banyak lagi. Bahkan, mobil juga bisa diprogram untuk mengantar-jemput orang di tempat tertentu, serta memarkir sendiri untuk para manula atau mereka yang memiliki keterbatasan fisik.

Dan yang paling dapat dirasakan oleh semua orang adalah para mobil itu itu dapat mengurai macet dan menghemat BBM lewat cara mengemudi yang terus-menerus menjaga jarak yang sama dengan mobil di depan dan belakangnya. Mobil yang “mengalir” ini akan mencegah kemacetan di jalan.

Menurut survei pemerintah AS, 90 persen peyebab kecelakaan di negara tersebut adalah kelalaian pengemudi. 40% diantaranya melibatkan minuman keras, narkoba, kelelahan, dan tidak fokus. Dengan mobil self-driving, seharusnya hal-hal tersebut bisa ditekan.

Sudah banyak pihak yang saat ini mencoba melakukan berbagai uji coba terhadap mobil tanpa pengemudi. Di Tokyo Motor Show 2013, mobil itu bisa dilihat langsung. Salah satunya adalah Nissan Leaf EV milik Nissan yang terletak di booth Smart Mobility City, Tokyo Motor Show 2013.

CEO Nissan Carlos Ghosn Nissan mengklaim bahwa produk mobil yang tanpa pengemudi pertama mereka ditargetkan akan mulai dipasarkan secara luas pada 2020 mendatang. Di Jepang, Nissan saat ini sedang dalam proses untuk membangun proving ground mobil otomatis yang ditargetkan selesai pada akhir 2014, mengajak kerjasama universitas seperti MIT, Stanford, hingga Oxford.

Nissan menyebut teknologi mereka sebagai Autonomous Drive, yang merupakan penggabungan beberapa teknologi sekaligus. Antara lain sistem Around-View Monitoring, laser pemindai untuk menganalisa lingkungan, serta sistem artificial intelligence untuk melakukan navigasi dan merespon perubahan kondisi jalanan. Soal harga, pihak Nissan hanya berkomentar bahwa “terjangkau untuk konsumen”.

Pabrikan lain ternyata juga sudah mengembangkan teknologi self-driving ini. Mulai dari General Motors, BMW, Ford, Mercedes-Benz, Toyota, Volkswagen, Volvo dan tentu saja Google. Mobil self-driving Google saat ini sudah menembuh jarak hingga 640.000 km di jalanan California.

Bahkan, sebuah survei yang dihelat oleh KPMG menyebut bahwa mobil self-driving buatan Google ada di top of mind warga Amerika. “Jika mereka mau membeli mobil self-driving, mereka memilih yang memiliki teknologi Google,” ujar Gary Silberd dari KPMG.

Google sudah mengembangkan dan menguji coba mobil self driving sejak tiga tahun lalu. Tapi, hingga saat ini belum mengumumkan apa yang akan mereka lalukan dengan teknologi tersebut.

Para pengamat industri juga berpendapat sama, memprediksi bahwa mobil yang dikemudikan oleh robot itu baru akan bisa menyentuh konsumen setidaknya hingga 5-6 tahun lagi. Sampai saat itu tiba, para vendor juga harus membereskan masalah yang tidak kalah penting: soal dampak hukum dan asuransi.

Mobil self-driving, saat ini memang sudah legal di negara bagian California dan Nevada. Karena pemerintah daerah di kedua tempat tersebut sangat terbuka dengan wacana self-driving car. Tapi, ditempat lain bisa sangat berbeda. Seandainya ada kecelakaan, siapa yang disalahkan? Bagaimana “menghukum” program komputer? Apakah sudah pasti manusia yang salah?

Maarten Sierhuis, direktur Research Center Nissan di Silicon Valley mengatakan bahwa teknologi autonomous drive memang berkembang cepat. Tapi, masih belum 100 persen siap. Bahkan, ketika nanti sudah resmi dilepas dijalan, Sierhuis mengatakan bahwa tetap akan ada mobil self-driving yang mengalami kecelakaan. ”Sama saja menggantikan kesalahan manusia dengan kesalahan komputer,” imbuh Clarence Ditlow dari Center for Auto Safety.