
Hanya butuh waktu singkat bagi saya untuk bisa menyebut semua keunggulan dari LG G2. Prosesor cepat, cek. Desain yang stylish, cek. Layar lebar dan tajam, cek. Bezel tipis, cek. Daya tahan baterai lama, cek.
Layar LG G2 memang berukuran 5,2 inci. Tapi, karena bezel yang sangat tipis (hanya 0,1 inci) saya merasa sedang menggenggam smartphone berukuran 5 inci. Ponsel ini besar, tapi tidak terasa terlalu besar.
Dan bezel bukanlah satu-satunya nilai plus LG G2. Fitur yang pantas disebut ”radikal” justru ada di bagian belakang ponsel. Tepatnya di bagian tengah, tepat dibawah lensa kamera. Disitulah terletak tombol power dan volume yang pada umumnya berada di bagian samping sebuah smartphone.
Ternyata tidak butuh waktu lama bagi saya untuk terbiasa mengaksesnya. Entah kenapa, fitur itu terasa sangat natural. Pihak LG mengklaim tombol di bagian belakang ini memudahkan untuk memegang dan kontrol dengan satu tangan. Dan ternyata terbukti. Karena saya kini merasa lebih terampil menggunakan jari telunjuk.
Di telapak tangan, LG G2 juga terasa cukup nyaman. Sedikit lebih besar dibandingkan Samsung Galaxy S4. Seandainya Anda adalah pengguna ponsel berlayar 4 inci kebawah, jelas butuh penyesuaian dengan layar yang besar ini.
Soal tampilan, seperti yang saya sebut diatas, stylish dan elegan dibanding model-model LG sebelumnya.
Tapi, fitur yang paling saya suka justru ini: mengetuk dua kali di layar untuk menyalakan smartphone (disebut KnockOn). Jenius. Saya tidak harus mencari tombol tertentu hanya untuk melihat notifikasi yang masuk. Bahkan, saya tidak perlu memegang smartphone! Mengapa fitur sepraktis ini baru ada sekarang, ya?
Kapasitas baterai LG G2 mencapai 3,000 mAh. Memang masih lebih kecil dibandingkan Samsung Galaxy Note 3 yang mencapai 3,500 mAh. Tapi, tentu saja ukuran layar LG G2 juga lebih kecil. Alhasil, yang saya rasakan adalah daya tahan baterainya lebih irit.
Untuk jeroannya, LG memilih prosesor quad core terbaru Qualcomm Snapdragon 800 berkecepatan 2.26 GHz yang menurut benchmark menjadi salah satu CPU tercepat di pasaran.
Layar IPS Full HD dengan kerapatan 423 piksel per inci terasa sangat jernih, bahkan ketika dibawah sinar matahari. Bukan hanya itu, kombinasi resolusi 1080×1920 piksel memungkinkan LG meredesain icon grid di layar, hingga bisa menampung 30 ikon per halaman. Ada beberapa aplikasi atau game yang sudah di desain untuk memaksimalkan resolusi 1080×1920 piksel ini, yang membuat konsumsi konten jadi lebih mengasyikkan.
Soal kamera 13 MP yang sudah dilengkapi optical image stabilization (OIS) memang prima di outdoor. Tapi, ketika dibandingkan dengan Samsung Galaxy S4 untuk memfoto ruangan, tampaknya LG G2 masih harus menyerah. Hasil foto Galaxy S4 lebih tajam. Meski demikian, saya memfavoritkan fitur 9 titik fokus (multipoint AF) dan kemampuan rekam full HD dalam 60 fps milik LG G2.
Soal aplikasi bawaan dari LG, ada beberapa yang saya favoritkan. Pertama adalah QSlide Function untuk membuka dua aplikasi persamaan dalam satu display. Bukan hanya penting bagi saya yang butuh multitasking tinggi, tapi juga untuk memaksimalkan lebarnya layar. Saya, misalnya, dapat browsing sambil menulis SMS secara bersamaan.
Kedua, masih ada hubungannya dengan multitasking. Biasanya saya harus berpindah-pindah aplikasi dengan menahan tombol menu utama. Ternyata LG mempermudah kegiatan tersebut lewat Slide Aside. Fitur ini membuat saya dapat berpindah hingga tiga aplikasi yang sedang dibuka lebih cepat dengan hanya menggeser atau menekan layar. Tenang, RAM 2 GB dan prosesor mumpuni membuat aktivitas bergeser-geser antara browser, email, gambar, atau aplikasi jadi smooth dan tersebut terasa menyenangkan.
Dengan harga yang hanya Rp6,5 juta dan fitur yang dibenamkan ini, jelas LG G2 memberikan penawaran yang sangat menjanjikan. Benarkah? Saya memang mencatat beberapa kelemahan dari LG G2 ini. Yang pertama adalah modifikasi dari menu dan notifikasi yang menurut saya kurang menarik.
Saya sudah mengakrabi TouchWiz UI milik Samsung, HTC Sense UI milik HTC, dan Xperia UI milik Sony. LG UI ini berada di daftar paling bawah modifikasi UI yang paling saya favoritkan.
Tapi kelemahan terbesar menurut saya adalah baterai yang tidak bisa diganti-ganti dan absennya memori tambahan MicroSD. Jika Anda adalah orang yang haus konten seperti saya, tentu setuju kenapa dua fitur ini sangat amat penting.
Pertama, baterai yang dapat diganti penting bagi konsumen yang penggunaan multimedianya sangat boros. Saya, misalnya, tidak pernah lagi membawa Power Bank atau portabel charger untuk Samsung Galaxy S4. Melainkan sebuah baterai pengganti. Lebih praktis dan cepat.
Kedua memori tambahan MicroSD sangat vital untuk mereka yang konsumsi multimedia boros. Kuota 16 GB itu sangatlah sedikit mengingat game seperti Street Fighter IV bisa rakus memakan hingga 1,2 GB. MicroSD juga penting jika terjadi error, data-data Anda yang tidak di-backup di cloud tidak akan hilang.
Tapi, jika dua kekurangan yang saya sebutkan itu tidak menjadi masalah bagi Anda, maka LG G2 adalah pilihan yang menurut saya sangat value for money.