Kendati masih berstatus Beta, namun layanan Google Maps Navigation versi Indonesia sudah tersedia sejak Rabu (10/7) silam. Apa saja fiturnya?
Google Maps adalah layanan pemetaan yang sudah sudah tidak asing lagi bagi pengguna di Indonesia. Layanan tersebut dapat di akses secara gratis di berbagai platform, mulai Android, iOS, BlackBerry, hingga Symbian. Fitur pemetaan yang lengkap dan detil itu membuat sebagian pengguna lebih suka melihat peta dari smartphone mereka daripada peta lembaran peta fisik konvensional.
Sejak pekan lalu, pengguna—khusus Android—di Indonesia disegarkan lewat kehadiran satu fitur baru di Google Maps. Fitur itu adalah Google Maps Navigation.
Google Maps Navigation adalah fitur pemetaan advance yang telah disertai turn-by-turn navigation, fungsi pada GPS yang umumnya hanya tersedia di perangkat GPS standar keluaran Garmin atau Papago.
Dengan navigasi turn-by-turn, pengguna mendapatkan layanan navigasi yang lebih mendetil dan akurat. Rute yang telah dipilih oleh pengguna akan terus menerus terpampang di layar dalam bentuk visual ataupun lisan.
Turn-by-turn secara aktif akan memandu pengguna belokan demi belokan, menginformasikan nama jalan, jarak yang tersisa ke tempat tujuan, juga secara aktif mencari rute tercepat untuk mencapainya.
Karena fitur turn-by-turn sudah tersedia secara gratis di smartphone Android, apakah itu artinya pengguna tidak perlu lagi membeli perangkat GPS eksternal?
Untuk mencari tahu jawabannya, selama akhir pekan kemarin saya mencoba langsung layanan Google Maps Navigation ini. Rute pertama yang saya tempuh cukup pendek. Dari kawasan Cimanggu, Bogor, menuju ke pusat perbelanjaan Botani Square di kawasan Pajajaran, Bogor, yang berjarak sekitar 9 km.
Setelah menentukan rute tujuan di Google Maps, sentuh tombol ”Navigation”, maka secara otomatis kita akan dibawa ke menu navigasi. Teorinya seperti itu. Tapi, kondisi malam itu hujan cukup deras. Dan entah kenapa koneksi data di smartphone Samsung Galaxy S4 saya tidak berjalan dengan baik.
Akibatnya, fatal. Turn-by-turn voice guided directions yang ada di Google Maps Navigation sepenuhnya bergantung pada jaringan internet. Karena koneksi data terhambat, maka Google Maps tidak dapat mengunci lokasi tujuan (Botani Square) dan tentu saja tidak bisa masuk ke menu Navigasi.
Saya mencoba berulang-ulang kali tetap saja gagal. Menyebalkan. Baru ketika saya melewati jalan Pajajaran koneksi data mulai lancar dan Google Maps bisa berjalan. Begitu sudah masuk ke mode Navigasi ini—menurut pengalaman saya—kita tidak akan terputus walau koneksi data kembali surut.
Secara keseluruhan, saya sangat menyukai layanan ini. Bimbingan jalan dengan suara muncul dengan akurat dan detill bahkan hingga belokan-belokan minim. Tidak hanya itu, saya bisa memilih “Layer” seperti tampilan satelit, ATM, restoran, hingga SPBU.
Memang tidak semua ”Layer” tersebut akurat. Terkadang hanya memperlihatkan restoran-restoran tertentu. Namun, fitur ini ini jadi menarik karena saya bisa melihat restoran tertentu, nomor telepon (untuk reservasi), bahkan ulasan langsung dari para pengguna. Sangat informatif.
Google mengklaim bahwa secara otomatis Google Maps Navigation akan memberikan informasi lalu lintas secara update dan memberikan jalur tercepat untuk menghindari kemacetan (Reroute). Sayangnya, lebih banyak tidak berfungsi.
Tapi, bisa jadi ketika nanti Waze—startup yang baru saja diakuisisi Google—suda tersinergi dengan sempurna maka nanti Google Maps akan mampu memberikan prediksi kemacetan di jalanan Jakarta, misalnya, secara real time dan akurat.
Tidak seperti GPS eksternal yang sebagian besar masih menggunakan layar resisitif yang terkadang menyebalkan untuk dinavigasikan, saya bisa dengan mudah mengutak-atik Samsung Galaxy S4 saya. Misalnya mengganti tujuan, mencari restoran tertentu, dan lainnya. Secara fungsi dan fitur, Google Maps Navigation saya rasa sangat unggul.
Meski demikian, menggunakan layanan GPS di smartphone bukan tidak punya nilai minus. Nilai minus paling terasa adalah konsumsi baterai yang menjadi sangat boros. GPS yang terus-menurs menyala membuat prosesor terus bekerja dan menyedot data. Smartphone jadi panas dan baterai cepat habis.
Solusinya, saya menggunakan car charger untuk menyuplai tenaga pada smartphone secara konstan. Sedangkan ketika berkendara motor atau menggunakan angkutan umum, saya sudah menyiapkan tenaga cadangan dari Power Bank.
Minus lainnya tentu saja soal ketergantungan data. Tentu ini lebih kepada masalah dari operator daripada Google. Tapi, tetap saja ini adalah masalah. Bayangkan seandainya Anda berada di daerah yang terpencil dan terputus koneksi data, padahal Anda sangat bergantung pada Google Maps untuk memandu arah.