zyrex_za957Tepatkah jika jaringan CDMA disebut kurang kompetitif dibanding GSM? Sejak dua pekan kemarin saya mencari jawabannya melalui handset Zyrek ZA 957 yang di-bundling dengan Esia Max-D.

Dulu disebut AHA. Namun sejak 2012 layanan khusus data itu resmi mengusung nama baru: Esia Max-D. Tidak ada yang berubah dari formulanya. Tetap mengandalkan teknologi CDMA 1x EVDO Rev.A yang jalur datanya terpisah dari suara. Sehingga diklaim kecepatan berinternetnya lebih stabil dan downtime (sistem gagal beroperasi) jarang terjadi.

Esia Max-D adalah layanan andalan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) untuk tetap relevan di persaingan industri telekomunikasi yang mengarah pada tren baru: data.

Memang pendapatan terbesar BTEL tahun lalu masih disumbang oleh bisnis voice, yang kontribusinya mencapai 50,8%. Namun, pendapatan bisnis data mereka justru tumbuh 147% dari Rp102 miliar pada 2011 menjadi Rp253 miliar di akhir 2012.

Lonjakan pendapatan dari segmen data ini sejalan dengan peningkatan total pelanggan EVDO Bakrie Telecom menjadi 606.000 di akhir 2012 atau tumbuh 99,3 persen dibanding tahun sebelumnya yang sekitar 304.000 pelanggan.

Berbekal pengalaman menggunakan Zyrek ZA 957,  saya mencatat ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh operator CDMA yang ada saat ini. Terutama dalam menghadapi anggapan bahwa CDMA kurang bersaing jika dibanding GSM.

Hal pertama yang saya soroti adalah ketersediaan handset berkualitas. Berbeda dengan operator GSM yang hanya memasarkan kartu dan tidak menjual handset, sifat semi open market CDMA mengharuskan operator menjual sendiri handset CDMA mereka.

Minimnya kehadiran handset populer (terbaru) dengan spesifikasi tinggi secara otomatis mengerucutkan target market pengguna CDMA itu sendiri. Yakni, mereka yang memilih ”low price” lebih daripada ”good value”.

Tentu hal ini tidak selalu berarti negatif. Toh jika hanya butuh memberikan aplikasi edukatif untuk anak, membaca majalah PDF, atau sekadar berselancar internet saja tentu akan sia-sia jika Anda membeli smartphone atau tablet premium keluaran terbaru yang menggunakan prosesor Qualcomm Snapdragon 800, misalnya.

Sebab, ”good value” yang ditawarkan oleh perangkat tersebut tidak akan Anda dapat atau maksimalkan.

Kendati demikian, ketersediaan portofolio perangkat yang tidak hanya terjangkau harganya, namun juga mampu mengakomodir semua kebutuhan konsumen dan tetap terjaga kualitasnya juga tidak kalah penting.

Esia mencoba melengkapi portofolio mereka melalui tablet Airtab A10 (Rp1,3 jutaan), smartphone Android ZTE N885D Fantasy (Rp1.2 jutaan), HTC Desire VC (Rp3 jutaan), dan Zyrek ZA 957 (Rp2 jutaan) yang sedang saya gunakan, serta beberapa perangkat BlackBerry.

Keberadaan handset keluaran vendor global yang memberikan standar kualitas memang penting. Tapi, yang lebih penting lagi adalah bagaimana operator yakin telah memberikan handset dengan kualitas terjaga bagi pelanggannya.

Tantangan kedua adalah SIM card operator CDMA yang di-lock dengan hardware-nya. Hal ini tentu saja tidak menarik bagi konsumen remaja atau berusia muda yang hobi bergonta-ganti operator untuk mencoba berbagai paket layanan yang ditawarkan.

Hal ini, paling tidak dipecahkan melalui perangkat yang mengusung kartu SIM ganda (dual SIM) yang sama-sama aktif seperti pada Zyrek ZA 957. Kendati Zyrek ZA 957 hanya dapat terkoneksi internet menggunakan layanan data CDMA dari Esia (bonus 1 GB per bulan selama setahun saat pembelian), saya masih bisa menggunakan kartu GSM.

Tantangan ketiga masih ada hubungannya dengan yang kedua, yakni terkait tarif dan layanan data. Karena perangkat yang di-lock membuat konsumen tidak bisa beralih ke operator lain (yang mungkin menawarkan paket data lebih baik), maka operator CDMA harus mampu memberikan paket layanan yang membuat konsumen merasa “betah”.

Misalnya saja memberikan harga lebih terjangkau, penawaran kuota data yang lebih besar, bonus lebih banyak, ataupun penawaran paket layanan yang dinamis (selalu menyesuaikan kondisi pasar). Sebab, konsumen akan “terikat” dengan sebuah operator CDMA tidak hanya dalam hitungan bulan, tapi juga tahunan.

Hal-hal tersebut menjadi pertimbangan saya, sebagai konsumen, untuk beralih ke operator CDMA, yang menurut Country Manager Qualcomm Indonesia Ben Siagian, pasarnya masih sangat menjanjikan.

Minimnya congestion karena jumlah pengguna yang lebih sedikit dibandingkan GSM menjadi fitur plus bagi jaringan CDMA. Commuting Jakarta-Bogor setiap hari di Zyrek ZA 957 koneksi data yang saya dapat cukup stabil. Begitupun di kawasan-kawasan yang trafiknya padat seperti Menteng ataupun SCBD.

Harga handset yang terjangkau (Rp1 jutaan sudah mendapat BlackBerry baru dan bergaransi resmi) juga membuat aksesibilitas masyarakat terhadap teknologi lebih mudah.