Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Toko ritel Apple Retail Store punya daya tarik yang begitu besar hingga sebagian analis menyebutnya sebagai ”keajaiban”. Inilah toko ritel yang paling menguntungkan di seluruh dunia.

Memang yang saya kunjungi awal tahun lalu bukanlah Apple Store yang terletak di kawasan Fifth Avenue, New York, yang sangat hip itu. Yang dibangun di bawah tanah, yang memiliki tembok kaca menjulang tinggi, yang rutin menghadirkan sineas sekelas Tom Hanks hingga Sofia Coppola dalam acara ”Meet the Filmmaker”, yang bahkan mengalahkan Patung Liberty sebagai landmark paling populer di New York.

Tapi, Apple Retail Store di kawasan Stockton Street, Union Square, yang sempat saya datangi itu adalah toko ritel Apple terbesar (flagship) di kawasan San Francisco. Dan dari situ pula saya sedikit mendapat jawaban mengapa Apple Retail Store bisa begitu sukses di Amerika.

Pada 2009, disaat seluruh penjualan ritel negara tersebut jeblok ke angka 2%, penjualan ritel Apple justru tumbuh 7 persen. Sejumlah perusahaan ritel seperti BestBuy dan Microsoft berusaha mengadopsi sukses Apple Retail Store namun hasilnya tidak sebaik yang dibayangkan. Karena itu, sebagian analis memberikan komentar ini: ”it’s just magic!”.

Memang ada tiga perbedaan besar yang saya temukan antara Apple Retail Store dengan Apple Premium Resellers atau Apple Authorized Resellers yang ada di Indonesia. Tiga perbedaan itu adalah ini: desain, staf, dan servis.

Apple Retail Store di San Francisco itu memiliki gedung persegi abu-abu dengan logo Apple mencolok, membuatnya mudah ditemukan para turis. Di pintu masuk, sejumlah staf Apple yang disebut Genius menyapa dan tersenyum.

Kecuali ukurannya yang lebih besar, lantai bawah stand alone store milik Apple itu memiliki tampilan dan konsep kurang lebih sama dibanding gerai-gerai Apple Premium Resellers yang ada di mal-mal Jakarta. Ruangannya besar dan tinggi, berdesain minimalis, serta tersedia meja-meja dengan berbagai produk seperti iPhone, iPad, iPod, iMac, hingga Macbook Pro yang bebas dicoba oleh konsumen.

Yang berbeda justru di lantai dua. Selain memajang berbagai aksesoris, disini ada yang disebut dengan Genius Bar. Di Genius Bar ini konsumen bisa langsung meminta bantuan kepada para ”Genius” untuk membantu masalah yang dihadapi. Bahkan, di beberapa toko para Genius aktif mendatangi konsumen dan menanyakan kesulitan mereka.

”Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang Genius yang mengenakan kaus biru berlogo Apple bernama Jeff. Jeff bertanya dengan ramah, dan walau saya baru saja datang, tapi tidak sedikitpun saya merasa para Genius ini sedang menjual sesuatu.

Jeff menjawab ramah saat saya menanyakan soal laptop stand tipe tertentu untuk MacBook Pro saya yang ternyata tidak ada. ”Oh ya, kami memang memiliki produk itu, tapi kebetulan sedang habis. Ada beberapa tipe lain dengan fungsi kurang lebih sama,” katanya.

Walau ukurannya sangat luas, tapi lantai 2 Apple Retail Store San Fransisco itu terasa sedikit sesak karena banyaknya konsumen yang datang. ”Ini memang salah satu Apple Store tersibuk di dunia,” ujar Jeff.

Seorang pengunjung bernama Gary Marshall mengaku sengaja datang ke Apple Store karena mendapatkan peace of mind berbelanja di tempat tersebut dibandingkan harus membeli di gerai lain seperti MacMall, Mac Connection, bahkan Best Buy. ”Staff disini ramah dan mereka siap membantu kita,” katanya.

Carmine Gallo, penulis buku The Apple Experience: Secrets to Building Insanely Great Customer Loyalty menyebut beberapa hal yang menjadi kunci sukses penjualan ritel Apple. Tidak hanya desain gerai dan produk yang atraktif, tapi juga skalabilitas (Apple Retail Store hanya ada 4.000 toko di seluruh Amerika), serta strategi marketing handal (salah satunya popularitas Steve Jobs).

Di kawasan Asia, Apple Retail Store hanya tersedia di beberapa kota saja, seperti Tokyo, Hong Kong, dan Shanghai. Kendati awal tahun ini Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memang mengatakan bahwa Apple Inc akan berinvestasi senilai tiga juta dolar AS atau Rp28,5 miliar di Indonesia, namun bukan berarti Apple akan membangun toko ritel resminya di Indonesia.

Menurut Marcomm Director PT Erajaya Swasembada Djatmiko Wardoyo, sebenarnya tidak akan ada perubahan signifikan jika suatu saat nanti Apple akan membangun Apple Retail Store sendiri di Jakarta.

”Satu-satunya hal yang berbeda bagi kami adalah peningkatan standarisasi layanan kepada konsumen. Artinya, kami harus berusaha memberikan layanan lebih baik lagi,” ujar Djatmiko. Pada Mei 2012 PT Erajaya Swasembada mencaplok jaringan iBox senilai USD18 juta, menjadikannya sebagai toko ritel produk Apple terbesar di Indonesia.

Menurut Djatmiko, di satu sisi standar pelayanan yang tinggi itu memang penting. Tapi, tidak serta merta membuat pengguna hanya akan datang dan hanya membeli produk Apple ke Apple Retail Store.

“Saya rasa itu hanya one time experience saja. Pengguna datang dan membeli karena penasaran. Setelah itu, mungkin mereka akan tetap datang ke toko yang relatif lebih dekat dengan kantor atau rumah mereka,” paparnya.

Sukses Apple Ritel
Apple Retail Store yang sepenuhnya dimiliki dan dioperasikan oleh Apple, menerapkan standar sangat tinggi dalam hal servis, produk, serta keramahtamahan staff yang menginspirasi banyak perusahaan besar lainnya. Carmine Gallo, penulis buku The Apple Experience: Secrets to Building Insanely Great Customer Loyalty menyebut beberapa fakta dan hal-hal yang jadi kunci sukses Apple Retail Store.
1. Apple Retail Store adalah toko ritel paling menguntungkan di seluruh dunia.
2. Rata-rata Apple Retail Store menghasilkan USD560 per meter persegi, 20.000 pengunjung per minggu.
3. Di beberapa tempat, pengunjung rela menginap di depan Apple Retail Store untuk mendapatkan produk terbaru yang diluncurkan Apple.
4. Ketika Steve Jobs tutup usia, ribuan orang menuliskan pernyataan dukacita di post it, dan menempelkannya di kaca Apple Retail Store.
5. Pengguna Apple sangat fanatik, bahkan mereka pernah mengajukan lamaran di Apple Retail Store.
6. Apple Experience, kunci sukses Apple Store, tidak hanya dari desain toko dan kualitas produk, tapi juga staff yang dapat mengkomunikasikan produk tersebut ke konsumen.
7. Staff Apple Store, menurut Carmine Gallo, tidak menjual fitur-fitur dalam sebuah produk. Tapi apa yang bisa dilakukan konsumen dengan produk tersebut.
8. Apple Way: jangan berusaha untuk menjual sesuatu pada seseorang, tapi perasaan yang diinginkan oleh konsumen Anda.