Honda Brio melakukan 360 degree turn di bandara Husein Sastranegara Bandung.

Disinilah performa Honda Brio sebenar-benarnya diuji: Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara, Bandung. City car tersebut diajak ber-slalom, melakukan aksi sulit seperti manuver 180 dan 360 derajat, menghindari rintangan (handicap), slide dengan kecepatan tinggi, drifting, hingga full braking.

Teriknya matahari kota Bandung siang itu seolah terlupakan saat saya dan rombongan jurnalis Honda Brio Exclusive Media Test Drive tiba di bandara Husein Sastranegara. Adrenalin di dalam tubuh sudah terlanjur terpompa melihat formasi traffic cone yang sudah tertata rapi di bagian utara landas pacu (di sebelah hanggar-hanggar milik PT Dirgantara Indonesia). Yang terlintas dipikiran hanya satu hal: bahwa tes drive kali ini akan berlangsung seru!

Benar saja, dua unit Honda Brio warna hitam dan putih tiba-tiba melesat dengan kecepatan tinggi dari dalam salah satu hanggar dan langsung melakukan slalom beriringan diantara cone.

Kedua mobil itu melaju zig-zag dengan cepat, berputar lincah dan smooth—seperti sedang menari—dengan suara berdecit-decit kencang.
Dua mobil itu ternyata dilkemudikan oleh Alvin Bahar dan Rio Saputro, dua pembalap beda generasi dari tim Honda Racing Indonesia.

Alvin mengatakan bahwa kendaraan yang akan digunakan melakukan aksi slalom ini adalah Honda Brio standar bertransmisi manual. ”Selanjutnya kalian (para jurnalis) yang akan merasakan langsung bagaimana performa Honda Brio saat digunakan untuk slalom,” ujar pembalap berusia 36 tahun itu.

Sambil memberikan briefing soal rute yang harus dilalui, Alvin mengatakan bahwa platform mesin, sasis, transmisi, serta suspensi Honda Brio sangat mirip dengan Honda Jazz yang sudah sering digunakan di berbagai kejurnas slalom. ”Sehingga apa yang dapat dilakukan Brio ini akan sulit dilakukan mobil lain (sekelasnya) dalam kondisi standar,” katanya.

Tantangan yang diberikan memang cukup berat dan masuk kategori expert driving. Pertama pengemudi harus melakukan zig-zag, lalu bermanuver 360 derajat mengitari cone, dilanjutkan dengan menikung patah 180 derajat, melakukan akselerasi cepat, kemudian di akhiri dengan high braking.

Setiap jurnalis hanya diberi dua kesempatan untuk mengejar catatan waktu terbaik. Jadi sama sekali tidak boleh ada ruang untuk kesalahan sedikit pun.

Maka adrenalin saya pun terpompa cepat. Jantung berdebar-bebar. Co-driver saya saat itu adalah Rio Saputro, yang entah mengapa begitu melihat saya duduk memegang kemudi langsung berujar, ”sudah tahu tekniknya kan mas?”. Saya pun menjawab: ”ya, tapi tolong diberitahu kalau ada kesalahan,”. ”Sip!” balasnya.

Begitu lampu hijau menyala, pedal gas yang sudah digeber setengah langsung saya bejek penuh. Brio berakselerasi cepat. Zig-zag pertama saya lewati tanpa kendala. Kekanan, dibalas kiri, dan bersiap melakukan putaran 360 derajat dengan gesit. Sistem Electric Power Steering (EPS) membuat kemudi terasa ringan, sehingga saya seperti mendapat kontrol penuh.

Mendekati cone, pedal gas saya turunkan, mobil dibelokkan, lantas rem tangan diangkat dan diturunkan pada timing yang tepat. Bodi mobil berpenggerak roda depan ini lantas nge-slide atau ”ngesot” dengan lincahnya. Pedal gas tetap saya geber diatas 3.000 rpm agar laju mobil tetap konsisten dan mulus, serta tidak kehilangan traksi.

Handicap berikutnya, putaran 180 derajat, dilakukan dengan teknik yang kurang lebih sama. Bedanya, harus cepat-cepat berakselerasi dan berpindah dari gigi satu ke dua untuk mendapat kecepatan tinggi menyambut trek lurus.

Mendadak pria kelahiran 1991 itu berteriak ”rem…rem..!!!”, yang spontan saya jawab dengan menginjak habis pedal rem. Rupanya saya terlalu bersemangat sehingga lupa mengerem pada timing yang tepat.

Untunglah, pengereman anti-lock braking system (ABS) yang dimiliki Brio berfungsi sempurna. Begitu melakukan full braking, mobil dapat berhenti tepat pada batas cone yang telah ditentukan. Ini sekaligus membuktikan tingkat keselamatan mobil kecil ini yang sangat mumpuni. Seandainya harus mengerem mendadak, pengemudi masih memiliki kontrol terhadap gerak kendaraan.

Pada putaran kedua Rio memberikan tips soal late braking sebelum melakukan putaran 360 derajat. ”Setelah di rem dan distribusi berat ada di depan kendaraan, mobil lebih mudah berbelok. Seperti oversteer, tapi tetap terkendali,” katanya. ”Yang terpenting posisi mobil harus rapat dengan cone agar tidak membuang waktu,” ia menambahkan. Catatan waktu terbaik saya adalah 26,60 detik.

Kebebasan Mobilitas

Suasana iring-iringan 20 mobil Brio di tol Cipularang.

Acara slalom di Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara hanya sebagian dari keseluruhan Honda Brio Exclusive Media Test Drive pada 29-30 Agustus silam itu.

Para jurnalis—melalui kawalan voorijder—juga berkeliling kota Bandung. Sekitar 20-an mobil yang ikut serta mengharuskan jurnalis harus ekstra waspada mempertahankan barisan. Apalagi jalanan kota Bandung umumnya tidak terlalu besar dan cukup padat.

Tapi disitu juga lah saya merasakan kepraktisan Honda Brio sebagai city commuter. Mulai desainnya yang sporty, ruang kaki lega, radius putar lebar, visibilitas luas di depan dan belakang, sistem audio prima (iPod ready), indikator Eco, hingga speedometer dan tombol navigasi yang catchy.

Mobil dengan bumper belakang yang ”bahenol” ini juga mampu menjalankan fungsinya dengan baik : nyaman dikendarai, serta memiliki standar keselamatan tinggi (Dual SRS Airbag, ABS, EBD, rangka G-Con). Sehingga memberikan kepercayaan tinggi kepada pengendaranya.
Jonfis Fandy, Marketing and After Sales Service Director PT HPM mengatakan bahwa sebulan setelah diluncurkan, Honda Brio langsung mencatat pemesanan (booking) sebanyak 2.301 unit di seluruh Indonesia.

Dari jumlah tersebut, mobil seharga Rp149 juta hingga Rp170 juta itu telah mencatat penjualan sebanyak 1.062 unit di bulan Agustus. ”Konsumen menerima konsep yang ditawarkan oleh Honda Brio,” ujar Jonfis. Pada bulan Agustus sendiri, total penjualan Honda adalah sebanyak 5.040 unit. Secara total hingga saat ini, Honda telah terjual sebanyak 38.544 unit sepanjang tahun 2012.

Kesimpulan:

  • Karakteristik Honda Brio tak jauh berbeda dengan Honda Jazz yang sering digunakan di Kejurnas Slalom. Terutama soal handling, suspensi, dan performa.
  • Dengan mesin Honda i-VTEC SOHC 1.3 liter 4 silinder yang mampu memompa tenaga 100 PS terasa sekali bedanya. Bahkan, nyaris tidak berbeda dengan mobil dengan kapasitas mesin 1.500 cc.
  • Perbandingan rasio berat mobil dan tenaga (powert to weight ratio/PWR) pada Honda Brio sangat ideal. Bodinya yang ringan membuat power jadi lebih terasa.
  • High rev pada Honda Brio di dapat di RPM 6500 sedangkan Honda Jazz 6.800 RPM.
  • Saat melakukan slide panjang, tenaga terus mengalir. Body roll yang berlebih juga tidak terjadi.
  • Ketika melakukan full brake, ABS mampu bekerja dengan maksimal.
  • Pada saat RPM rendah, tenaga memang berkurang. Namun, setelah gigi dioper lebih rendah, tenaga menyalak kembali.