
Mungkin inilah tablet yang paling laris dipasaran: Kindle Fire. Pekan lalu Amazon.com Inc. mengatakan bahwa tablet pertama yang mereka luncurkan itu sudah ”sold out” alias terjual habis. Selanjutnya, perusahaan asal Seattle itu berencana merilis tablet Kindle Fire versi terbaru.
Kindle Fire diluncurkan dengan harga USD199 (Rp1,9 jutaan) pada November 2011 mendatang. Harga itu terhitung sangat terjangkau, bahkan di Indonesia sekalipun. Direntang harga itu hanya ada tablet buatan lokal dan mungkin smartphone merek global dengan kualitas medium-low.
Sejak diluncurkan itu Kindle Fire langsung laris terjual. Bahkan disebut-sebut menjadi tablet yang mampu menyaingi sukses iPad di Amerika (dengan harga setengahnya, tentu saja). Memang mereka tidak menyebut angka pasti, namun dalam waktu 9 bulan saja Amazon mengklaim bahwa Kindle Fire mengakomodir 22 persen dari total market share tablet di Amerika. Menjadikannya tablet terpopuler kedua di Amerika (setelah iPad). Berdasarkan data penjualan iPad yang dirilis Apple, maka diprediksi Kindle Fire telah terjual hingga 5 juta unit.
Kindle Fire memang bukan tablet biasa. Inilah tablet yang difungsikan sebagai e-reader alias pembaca konten (baik majalah, buku, ataupun koran) secara digital. Dalam beberapa tahun terakhir konsumen di Amerika mulai beralih ke tablet untuk mendukung aktifitas membaca mereka.
Lembaga riset ABI Research mengungkapkan bahwa e-reader seperti ini akan terus tumbuh. Termasuk juga e-reader model lama yang tidak berwarna (hitam putih) namun lebih hemat baterai. Namun, puncaknya adalah tahun lalu. Karena ABI Research memprediksi bahwa penjualan e-reader secara global di seluruh dunia akan mencapai 11 juta unit pada 2012. Sedangkan pada 20122 tembus 15 juta unit.
ABI Research memprediksi bahwa tahun ini tablet yang dipasarkan dengan harga semakin terjangkau akan menggeser pangsa pasar e-reader dengan berbandingan 9:1. Meski demikian, e-reader tidak akan punah.
”Masih ada pangsa pasar niche untuk e-reader ini. Yakni mereka yang punya minat baca tinggi, para pebisnis yang sering pebergian, segmen edukasi, dan mereka yang menginginkan sebuah tablet dengan harga terjangkau,” ujar analis ABI Joshua Flood kepada reuters. Karena itu juga tak lama setelah mengumumkan Kindle Fire sudah habis terjual, Amazon memastikan ada versi baru lagi yang akan menggantikannya.
Untung dari Konten
Bagaimana Amazon bisa menjual tablet dengan harga sangat murah yang sulit disaingi oleh kompetitornya? Jawabannya mungkin agak mengejutkan: setiap Kindle Fire yang terjual Amazon tidak mendapat untung. Justru, mereka rugi USD10 atau Rp90 ribu.
Perusahaan peneliti pasar IHS iSuppli telah menelaah semua komponen Kindle Fire. Hasilnya, ongkos untuk membuat tablet tersebut adalah USD199,65 (Rp1,897 juta) untuk perangkat kerasnya. Jika ditambah ongkos produksi menjadi USD209,63 (Rp1,999 juta). Sehingga ketika Amazon menjualnya dengan harga USD199, mereka menanggung rugi USD10 (Rp95 ribu).
Keuntungan Amazon ada pada bagaimana mereka memfungsikan Kindle Fire: sebagai media bagi pengguna untuk membeli konten digital melalui toko online Amazon. Mulai dari e-book, lagu, film, acara televisi, majalah digital, dan konten lainnya. Jadi selama pengguna Kindle Fire aktif berbelanja di Amazon, perusahaan e-commerce terbesar di dunia itu tetap mendapatkan keuntungan.
Tentang Kindle Fire
- Harga: USD199 (wi-fi)
- Diperkirakan terjual 5 juta unit (22 persen market share tablet di Amerika) dalam 9 bulan
- Menggunakan OS Android
- Berukuran 7 inci, layar warna, prosesor dual core,
- Memiliki peramban khusus Amazon Silk
- Dimudahkan dalam membeli, menyewa, dan mengunduh konten digital secara gratis dari Amazon Appstore
- Difungsikan untuk melihat membaca (e-reading), menonton film atau acara televisi, mengakses aplikasi, dan bermain game