”Jika produk Anda benar-benar bagus, maka dengan sendirinya pengguna (user) akan mempromosikan produk Anda,”. Butuh kepercayaan tinggi bagi sebuah perusahaan IT untuk melontarkan kalimat itu. Tapi, Evernote adalah tipe startup yang do the talk.

Evernote adalah startup asal Silicon Valley, San Francisco, yang memiliki strategi tidak lazim. Walau saat ini mereka sedang aktif berekspansi ke luar Amerika, namun perusahaan tersebut memilih untuk tidak melakukan promosi dalam bentuk apapun. Mereka percaya diri bahwa produk yang sangat baik akan menyebar dengan sendirinya.

”Strategi ini sudah digunakan sejak kami resmi open beta pada 2008,” ujar Troy Malone, VP General Manager Evernote APAC sembari menyebut bahwa saat ini mereka sudah memiliki 32 juta pengguna di seluruh dunia. ”Kami ingin tumbuh secara organik,” Troy menambahkan.

Sebagus apakah produk Evernote? VP of International Operations Evernote Dmitry Stavisky menjelaskan bahwa Evernote adalah aplikasi yang berfungsi merekam seluruh aktifitas keseharian dari penggunanya. Mulai membuat daftar pekerjaan (to do list), menyimpan halaman web yang ingin dibaca di lain waktu, membuat catatan atau resep, hingga menyimpan audio, foto ataupun video. Semua file itu disimpan di server cloud mereka.

Dmitry menyebut layanan Evernote sebagai ”sebuah platform untuk memori manusia”. ”Tujuan kami bukan hanya sebagai aplikasi untuk mencatat. Tapi juga menyimpan berbagai memori,” katanya.

Salah satu alasan mengapa Evernote bisa tumbuh lebih cepat dibandingkan perusahaan lain dengan layanan serupa adalah bagaimana aplikasi mereka ada di hampir semua sistem operasi dan browser. Mulai BlackBerry, Android, iOS, Windows, Mac, hingga Mozilla FireFox, Google Chrome, dan Internet Explorer.

Alhasil pengguna dapat lebih mudah dalam melakukan sinkronisasi dan akses data. Misalnya sebuah halaman web direkam di ponsel Android, lantas pengguna bisa membaca konten yang sama di laptop mereka di rumah, atau di iPad.

Menurut Troy, Evernote adalah tipe aplikasi dimana value over time-nya meningkat. Artinya semakin lama digunakan justru semakin enggan pengguna meninggalkan. ”Bayangkan jika Anda memiliki ratusan artikel, foto, audio, ataupun tulisan di Evernote. Maka aplikasi tersebut bisa menjadi database yang sangat penting bagi Anda,” katanya.

Dengan fungsionalitas itulah perusahaan yang baru saja mendapatkan pendanaan hingga USD70 juta dari Meritech Capital dan CBC Capital itu menarik perhatian penggunanya.

”Kami besar dengan word of mouth (WOM). Pengguna kami yang puas merekomendasikan Evernote ke temannya, temannya yang kebetulan puas merekomendasikan ke teman yang lain, begitulah Evernote tumbuh,” katanya.

Sekarang mereka bahkan berupaya melebarkan sayap ke berbagai negara. Evernote sudah mendirikan kantor perwakilan di Taiwan, China, dan Hong Kong. Fokus berlanjut ke kawasan Asia Tenggara. Termasuk Indonesia.

Menurut Troy, pengguna aktif Evernote di Indonesia saat mencapai 120.000 orang. Sekitar 95 persen baru mendaftar tahun lalu, tepat disaat smartphone Android mulai booming.

Selama setahun kedepan mereka menargetkan pengguna di Indonesia bisa tumbuh ke angka 1 juta orang (sekitar 2000-4000 pengguna baru setiap hari). Sekali lagi, dengan tetap mengandalkan strategi WOM.

”Selain sudah meluncurkan versi Evernote berbahasa Indonesia, kami juga menggandeng developer lokal untuk ikut mengembangkan aplikasi dengan merilis application programming interface (API) dari Evernote,” ujar Troy.

Dengan API ini pengembang bisa merilis berbagai aplikasi pendukung Evernote. Ada aplikasi to-do-list interaktif Egretlist, aplikasi pencarian berdasarkan warna Colorstache, hingga Voice2Note yang bisa membalas email dengan pesan suara.

”Developer bisa mendapat memonetisasi dan mendapat untung dari situ,” ujar Troy yang menyebut bukan tidak mungkin kedepannya mereka akan menyewa staf lokal Indonesia.

Evernote memang menggratiskan pengguna untuk mengunduh aplikasi mereka. Perusahaan tersebut mendapatkan untung dengan menjual akun premium Evernote Pro.

Jumlah pengguna Evernote Pro memang sangat sedikit. Hanya 5 persen atau sekitar 1,3 juta dari total 32 juta pengguna. Rata-rata mereka membayar sekitar USD5 perbulan. Di Indonesia, bahkan hanya 1,5 persen dari 120 ribu user yang menggunakan Evernote Pro.

Namun, bisnis model ini mereka anggap sebagai yang terbaik. “Karena kami ingin pengguna tetap nyaman, kami menjauhkan mereka dari iklan,” ujar Troy.

Evernote sebenarnya tidak sendiri di pasar ”digital organizer” ini. Cukup banyak perusahaan yang berupaya menyediakan layanan serupa.
Sebut saja Catch, yang juga berasal dari San Francisco. Mereka menyediakan layanan lebih sederhana dibanding Evernote. Begitu juga Springpad yang mengambil jalur berbeda: membuat digital orginzer lebih sosial dengan tambahan berbagai info.

Berbagai pilihan aplikasi digital organizer ini memberikan pilihan bagi pengguna dalam mencatat, merekam, serta membagi memori dan kenangan.