12072009740 Kadang saya pikir orang Indonesia itu simply pemalas. Punya banyak sumber daya dan potensi, tapi tidak bisa mengolah, memanfaatkan, serta memaintain. Itu yang saya rasakan saat datang ke Kebun Binatang Ragunan, yang katanya terluas se-Asia Tenggara.

Datang kesana bukannya terkagum-kagum, tapi saya dan pacar malah lebih asyik melontar kritik. Mulai ketidaktersediaan peta untuk pengunjung, kereta tur yang terlalu cepat dan tidak terawat, papan penunjuk arah yang membingungkan, dan masih banyak lagi.

Kami juga berandai-andai, apabila pelayanan disana diperbagus, mungkin Kebun Binatang Ragunan tak lagi hanya untuk mereka dari kalangan menengah kebawah. Tapi juga menengah keatas. Karena jujur saja, tempatnya sangat potensial untuk dikembangkan. Hanya, mungkin pengelolanya yang tidak kreatif, atau simply pemalas seperti yang saya sebut diatas.

Karena jarak antar kandang yang terlalu jauh sementara penyewaan sepeda sudah tutup (awalnya kami ingin bersepeda tandem), maka yang paling berkesan mungkin Pusat Primata Schmutzer (PPS). Disini kita bisa ngeliat gorilla, lutung, siamang dan sejenisnya secara dekat. Sebenarnya saya sangat enjoy, tapi sayang karena datang sore, katanya gorilanya sudah dikandangkan.

Alhasil, tak banyak yang kami lihat saat itu. Hanya ular, gajah (yang lagi horny, dan jangan tanya ukuran “itu”nya), kambing (halah!), burung, dan beberapa monyet. Kami memang datang agak sorean. Tapi kok menurut saya lebih asyik ke Kebun Binatang Surabaya yah, karena jarak antar kandangnya tidak terlalu jauh. Jadi tidak capek.