img_3482 “Cuma 5 menit? yah, bentar amat!”

Yea, selorohan itu sering sekali saya dengar ketika saya menjawab pertanyaan, “emang dengan harga Rp30 ribu-Rp45 ribu, kita bisa main berapa lama?”.

Faktanya, mereka yang sudah mencoba sendiri bakal mengatakan 5 menit itu sudah cukup. Sudah pas. Normalnya, sekali datang kami biasa main dua kali 5 menit. Itu pun, dengan jeda lumayan lama. Sambil ngerokok dulu, serta mengobrol soal catatan waktu terbaik (setiap sirkuit umumnya sudah disertai lap timer). Oh ya, pembalap berkostum merah di foto itu saya btw. :p

Selama 5 menit di trek itu capek sekali. Adrenalin mengalir deras, sementara otot-otot di tangan, leher, serta tubuh bagian atas berkontraksi maksimum untuk menahan tekanan gravitasi atau G-Force, kemudi yang berat, sambil terus berusaha mempertahankan racing line.

Meski kelihatannya tidak cepat atau “ah, begitu saja..”, tapi sebenarnya bermain Go-Kart atau Karting ini cukup menyita energi. Kalau menurut saya, yang paling lelah saat harus melawan G-Force. G-Force ini, adalah dampak gaya gravitasi bumi yang menimpa seorang pembalap.

Ketika menikung, maka kepala pembalap akan terlontar keluar dari bentuk busur tikungan itu. Ini disebabkan oleh gaya sentrifugal yang bekerja berkebalikan dengan arah tikungan. Sementara saat berada di trek lurus dengan kecepatan tinggi, tubuh pembalap akan tertekan ke belakang.

Mudahnya, G-Force ini dapat dirasakan juga saat kita menaiki roller coaster di taman-taman hiburan. Umumnya, daya roller coaster mencapai 3 G. 1 G, kira-kira sama dengan kita menahan bobot tubuh kita sendiri. Melahap tikungan dengan Go-Kart, mungkin hanya 1-2 G, bahkan kurang.

Seorang pembalap F1, harus mampu menahan gaya sentrifugal 3,5 hingga 5 G. Whoa. Ini jelas membutuhkan stamina prima, terutama ketahanan leher dan dada. Bila tidak, bisa-bisa terkena tekanan darah tinggi, gangguan penglihatan, dan hilang kesadaran.

Karena itu, pembalap F1 konon dituntut memiliki kondisi kebugaran tinggi. Lihat setelah balapan, mereka membuka helm dengan rambut yang basah karena keringat. Panas di dalam kokpit, serta tubuh yang terus-menerus berusaha melawan G-Force membuat pembalap bisa berkeringat hingga 3 kilogram dari berat badannya.

Konfrontasi dahsyat dengan G-Force ini juga dirasakan oleh fighter pilot atau pilot pesawat aerobatik dan tempur. Konon, mereka baru mengalami pandangan kelabu (grey out) pada kondisi 6-9 G. Dalam kondisi ini pilot belum pingsan (blackout), hanya sementara kehilangan kemampuan melihat warna dan tidak mampu menginterpretasikan perintah verbal. Orang seperti saya? Mungkin setelah 3.5 G sudah muntah-muntah, lalu pingsan dengan cepat. Hahaha.

img_3463Kembali ke Go-Kart. “Ada tiga hal yang menentukan kecepatan dalam Go-Kart. Pertama kualitas mobil, kedua berat tubuh, baru teknik mengemudi,” kata si Botak. Semakin ringan orang, lanjutnya, semakin cepat pula ia melaju. “Jadi, tidak bisa dilihat semata-mata dari siapa peraih lap tercepat hari itu (lap of the day). Bisa saja itu diraih oleh pembalap yang beratnya ringan sekali. Jadi, harus disamakan dulu kelasnya melalui berat tubuh,” tandasnya.

Kata si botak pula, Go-Kart ini adalah pendidikan awal sebagai pembalap. Memang benar juga, pembalap profesional seperti Moreno Suprapto mengawali karirnya dengan Go-Kart. Disinilah pembalap dituntut untuk belajar racing line, safety, dan berbagai hal terkait balapan lainnya.

Sejauh ini, baru dua sirkuit Go-Kart yang saya coba. Pertama sirkuit indoor Redline AXC Kelapa Gading. Karakternya banyak tikungan, tapi lantainya bukan aspal. Jadi agak licin. Yang kedua, Pitstop Karting, arah keluar tol Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Ini favorit kita, karena treknya panjang dan lintasannya aspal, sehingga ban lebih menempel (tidak licin).

Ternyata, masih banyak sirkuit Go-Kart yang belum dicoba. Ada Speedy Karting, Pancoran, Did’s Drift and Slalom dan Airbox Gokart MAG di Top Floor Mal Artha Gading, juga Speedy Karting Karawaci. Well, ini nanti jadi PR kami. :p

Oh ya, sekarang saya lagi tertarik dan mencari-cari informasi tentang Mountain Bike (MTB) juga. Beberapa teman saya ternyata sudah menerjuni hobi ini. Kelihatannya fun sekali. Selain sehat, hemat energi, juga berkontribusi terhadap pengurangan polusi. Hihi :p . Tapi ternyata mahal-mahal ya bo, buset. “Sediain Rp4 juta. Nanti gue bantu ngerakit deh, Nang,” kata Ratman, fotografer di kantor yang punya koleksi 4 sepeda dengan harga total bisa puluhan juta. Widiw, gak jadi diving dong? wakaka.

“I would have probably stolen cars – it would have given me the same adrenaline rush as racing,”. Valentino Rossi